Jayapura (Antara Papua) - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua menyesalkan tindakan intimidasi terhadap dua orang wartawan saat melakukan peliputan aksi demo di Gapura Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen), Jumat (15/8).

"Kejadian ini semakin menunjukkan arogansi Polisi dan bukti bahwa oknum polisi tersebut tidak bekerja secara Profesional," kata Kepala Bidang Advokasi dan Kesejahteraan IJTI Papua Chanry Andrew Suripatty, kepada wartawan di Jayapura, Minggu.

Chanry mewakili Ketua IJTI Papua Richardo Hutahaean untuk menanggapi kasus intimidasi terhadap wartawan yang meliput aksi demo.

Ia menilai Oknum polisi yang melakukan intimidasi menunjukkan kualitasnya di lapangan sebagai seorang yang arogan, dan oknum polisi tersebut menujukkan sikap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.

"Oknum polisi itu kan bisa bedakan mana jurnalis dan mana pendemo. Dan ini sudah keberapa kali sejumlah oknum Polisi melakukan tindakan arogansi kepada pekerja pers di Papua" ujarnya.

Dua orang wartawan korban intimidasi itu yakni Aprila Wayar dan Oktovianus Pogau saat membubarkan aksi demo salah satu kelompok mahasiswa di depan gapura Uncen.

"Kita ini kan mitranya Polisi tapi kok cara-cara arogan ini masih saja ditunjukan oknum-oknum Polisi saat melaksakan tugas pengamanan demonstran," ujarnya.

Aparat yang  melakukan tindakan arogansi itu, menurut Chanry Andrew,  seharusnya bisa dapat bertindak lebih "soft" dalam menangani satu persoalan misalnya penanganan demonstrasi.

"Jadi dalam tindakan mereka bisa membedakan mana jurnalis mana pendemo, kalau sudah begini kan sudah lain ceritanya,"jelas wartawan televisi swasta ini.

Menurut Chanry kejadian ini tentu telah melanggar undang-undang pers dimana berdampak buruk bagi citra Kepolisian yang saat ini tengah di perbaiki.

Chanry berharap pimpinan dari oknum-oknum Polisi tersebut, dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum polisi arogan tersebut.

Salah satu korban intimidasi, Aprila Wayar mengatakan, intimidasi yang dilakukan oknum polisi itu diduga kuat sengaja dilakukan, karena tindakan serupa pernah dilakukan oknum polisi tersebut pada 26 November 2013, saat pembubaran paksa aksi Komite Nasional  Papua Barat (KNPB), di Expo Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura.

"Ini disengajakan karena dulu juga polisi yang sama melakukan intimidasi serupa, tapi saat itu Kapolres Jayapura Kota langsung minta maaf, sementara Waka Polda menjanjikan akan mengusut kasus itu. Sekarang masalah yang sama dan oknum polisi pun masih sama," ujar Aprila, penulis novel Mawar Hitam Tanpa Akar. (*)


Pewarta : Oleh Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025