Timika (Antara Papua) - Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Papua, menganggarkan dana lebih dari Rp2 miliar pada 2014 untuk pengadaan obat Dehidro Artemisinin Pepraquen guna mengobati pasien penyakit malaria.

Kepala Dinkes Mimika Ibrahim Iba kepada Antara di Timika, Rabu, mengatakan pengadaan obat tersebut sedang dalam proses administrasi melalui fasilitas e-katalog secara nasional.

Alokasi anggaran tersebut bersumber dari dana Otonomi Khusus Papua (Otsus).

"Pengadaan obat malaria tahun ini melalui pelelangan secara nasional. Anggaran yang disediakan sekitar Rp2,5 miliar," jelas Ibrahim.

Menurut dia, persediaan obat DHP pengadaan tahun sebelumnya termasuk bantuan dari Kementerian Kesehatan masih mencukupi untuk melayani kebutuhan pasien malaria di wilayah itu.

"Untuk stok masih cukup banyak. Kalau tahun lalu memang terjadi krisis obat DHP di seluruh Indonesia. Kasus itu bukan hanya terjadi di Mimika saja," ujar Ibrahim.

Saat berkunjung ke Timika beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi mengatakan jajarannya mendorong gabungan farmasi untuk mengembangkan bahan baku dalam negeri guna memproduksi obat DHP yang dinilai ampuh mengatasi penyakit malaria.

"Kami mengharapkan mereka berusaha mengembangkan bahan baku dalam negeri untuk memproduksi obat itu sehingga kita tidak lagi ada ketergantungan ke luar negeri. Sebagian besar sekarang ini mengimpor bahan baku dari Indonesia, lalu dibuat obat di luar negeri, dan selanjutnya kita membeli lagi dari mereka," tutur Menkes Nafsiah.

Dalam roadmap Kemenkes, katanya, perusahaan farmasi dalam negeri terus didorong untuk mengembangkan bahan baku dalam negeri untuk diproduksi menjadi obat-obatan untuk mengatasi berbagai penyakit.

Kemenkes juga akan mengundang investor luar negeri yang bersedia membangun pabrik obat di Indonesia agar harga obat jauh lebih murah dan kelak Indonesia juga bisa mengekspor obat ke luar negeri.

Menurut Menkes Nafsiah Mboi, saat ini kementerian yang dipimpinnya menggunakan sistem elektronik dalam pengadaan obat, alat kesehatan dan lainnya sehingga tidak lagi melalui proses tender.

Hal itu juga untuk meminimalisasi tindak pidana korupsi di lingkungan Kemenkes yang selama beberapa dekade terakhir terus disorot media bahkan telah diproses di tingkat Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pada 2013, katanya, baru sekitar 300-an jenis obat yang pengadaannya dilakukan melalui sistem elektronik. Tahun ini Kemenkes menargetkan sekitar 900-an jenis obat yang pengadaannya melalui sistem elektronik.

"Hal ini tentu jauh lebih mempersingkat mata rantai pengadaan obat dan sudah tentu akan lebih efisien dari sisi anggaran," tutur Menkes Nafsiah.

Ia menambahkan, daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten terutama di Tanah Papua agar mempersiapkan stok obat malaria dalam jumlah yang cukup agar tidak sampai terjadi kasus kehabisan stok seperti pada pertengahan 2013.

Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang telah dibagikan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe ke setiap kabupaten/kota di wilayah itu untuk menunjang Program Papua Sehat sedapat mungkin dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya termasuk untuk memperkuat ketahan stok obat malaria jenis DHP.

"Untuk menjaga jangan sampai terjadi stock out maka buver stock harus ada di tingkat kabupaten sehingga kalau pengiriman dari pusat kurang maka tidak terjadi kelangkaan atau kekosongan stok obat di daerah. Ini untuk menjamin agar setiap rakyat di Tanah Papua harus mendapatkan pengobatan saat kapan dia membutuhkan," imbau Menkes Nafsiah.

Menkes juga berpesan agar seluruh jajaran kesehatan di Tanah Papua agar lebih mengedepankan tindakan preventif dan promosi kesehatan untuk mengubah pola hidup masyarakat agar berpola hidup sehat.

"Kami tidak mengharapkan rakyat sakit dulu baru kami perhatikan. Kami harus membantu dia agar bisa berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga dia tidak sakit," ujarnya.

Pada Juli 2013, stok obat DHP untuk mengatasi penyakit malaria di Timika sempat kosong.

Kabupaten Mimika merupakan salah satu kabupaten di Papua, bahkan kabupaten di Indonesia yang merupakan pengguna tertinggi obat DHP mengingat daerah tersebut masih merupakan daerah endemis malaria. (*)

Pewarta : Oleh Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024