Jayapura (Antara Papua) - Pesawat Associated Mission Aviation (AMA) yang beroperasi di Papua, sering mengangkut orang sakit di wilayah pegunungan di daerah itu tanpa memungut biaya atau gratis.
Hal itu dikemukakan manajer teknik pesawat AMA Nubertus Tunyanan saat ditemui di Jayapura, Jumat.
"Kadang kalau ada masyarakat di pengungunan Papua yang sakit tidak dilayani oleh penerbangan lain," kata Nubertus.
Hampir rata-rata masyarakat di wilayah pegunungan Papua menghubungi AMA untuk meminta agar mengangkut orang sakit.
Rata-rata orang sakit yang dikabarkan untuk diminta agar diangkut macam-macam, ada ibu hamil, ibu yang melahirkan tidak normal, ada ibu yang sudah melahirkan tetapi plasentanya belum keluar (masih tertahan).
"Saya sendiri melihat kondisi orang sakit yang diminta agar diangkut, kadang ada yang meninggal dalam perjalanan ketika sudah tiba di Jayapura," ujarnya.
Sebagian pasien kakinya patah karena tertimpah pohon dan ada juga yang terkena panah atau perkelahian dalam keluarga sehingga terluka.
"Mereka bilang lewat radio koleng yang kami pasang bahwa bapak pilot ini ada yang sakit begini, kami langsung mendarat dan angkut, tidak bayar," katanya.
AMA tidak menuntut pembayaran ketika melayani warga yang sakit tetapi lebih banyak mengutamakan pelayanan.
"Di AMA semua pelayanan dilakukan adalah `non profit organisation` jadi organisasi yang tidak mencari keuntungan, lain dengan penerbangan lainnya," ujarnya.
Nubertus menambahkan, jika dibanding dengan penerbangan lain, rata-rata penerbangan lain mencari keuntungan dan lebih pada bisnis namun AMA tidak demikian.
"Kami di AMA rata-rata melakukan pelayanan bagi warga, karena pesawat AMA sudah lama ada di Papua sejak dari zaman dahulu," ujarnya. (*)
Hal itu dikemukakan manajer teknik pesawat AMA Nubertus Tunyanan saat ditemui di Jayapura, Jumat.
"Kadang kalau ada masyarakat di pengungunan Papua yang sakit tidak dilayani oleh penerbangan lain," kata Nubertus.
Hampir rata-rata masyarakat di wilayah pegunungan Papua menghubungi AMA untuk meminta agar mengangkut orang sakit.
Rata-rata orang sakit yang dikabarkan untuk diminta agar diangkut macam-macam, ada ibu hamil, ibu yang melahirkan tidak normal, ada ibu yang sudah melahirkan tetapi plasentanya belum keluar (masih tertahan).
"Saya sendiri melihat kondisi orang sakit yang diminta agar diangkut, kadang ada yang meninggal dalam perjalanan ketika sudah tiba di Jayapura," ujarnya.
Sebagian pasien kakinya patah karena tertimpah pohon dan ada juga yang terkena panah atau perkelahian dalam keluarga sehingga terluka.
"Mereka bilang lewat radio koleng yang kami pasang bahwa bapak pilot ini ada yang sakit begini, kami langsung mendarat dan angkut, tidak bayar," katanya.
AMA tidak menuntut pembayaran ketika melayani warga yang sakit tetapi lebih banyak mengutamakan pelayanan.
"Di AMA semua pelayanan dilakukan adalah `non profit organisation` jadi organisasi yang tidak mencari keuntungan, lain dengan penerbangan lainnya," ujarnya.
Nubertus menambahkan, jika dibanding dengan penerbangan lain, rata-rata penerbangan lain mencari keuntungan dan lebih pada bisnis namun AMA tidak demikian.
"Kami di AMA rata-rata melakukan pelayanan bagi warga, karena pesawat AMA sudah lama ada di Papua sejak dari zaman dahulu," ujarnya. (*)