Timika (Antara Papua) - Benda-benda bersejarah peninggalan Perang Dunia (PD) II seperti tank dan meriam Jepang serta puing pesawat tempur sekutu kini dalam kondisi terbengkalai di Kampung Kekwa, Distrik Mimika Tengah, Papua.

Tokoh masyarakat Keakwa Felix Waukateyau kepada Antara di Timika, Jumat, mengatakan hingga kini Pemkab Mimika melalui instansi terkait belum pernah mendata dan memberi perhatian khusus untuk perawatan benda-benda tersebut.

"Dulu saat berkecamuknya Perang Dunia II, Keakwa menjadi basis utama pertahanan tentara Jepang melawan sekutu di bagian selatan Papua. Ini pelabuhan utama untuk mobilisasi peralatan tempur Jepang. Di ujung kampung baru juga terdapat lapangan terbang yang dibangun Jepang," tutur Felix, seorang pensiunan guru SD.

Menurut dia, bukti-bukti peninggalan tentara Jepang di Keakwa masih dijumpai hingga saat ini seperti sebuah tank baja, dua buah meriam dan sebuah puing pesawat sekutu yang jatuh tertembak pasukan Jepang.

Puing pesawat itu, katanya, hingga kini masih ada tersembunyi di tengah hutan belantara belakang Kampung Keakwa. Adapun dua buah meriam antipesawat tempur kini tidak bisa lagi dilihat dari dekat karena sudah terkubur dalam laut. Warga baru bisa mendekati dua meriam itu saat air laut sedang surut.

Sementara tank baja dengan roda rantai masih utuh dan sudah dicat kembali oleh sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari yang menggelar kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Keakwa belum lama.

Lokasi tank itu berada dekat kampung baru Keakwa, di tengah-tengah perkebunan warga.

"Wao Ainauku Tank Mame Airamu," demikian tulisan dalam bahasa Kamoro pada papan tugu peringatan PD II Keakwa yang berarti `Mari Datang Ke Sini Melihat Tank Peninggalan Jepang`.

Felix mengatakan sesungguhnya masih banyak bukti peninggalan tentara Jepang di Keakwa seperti bom, peluru, mortir dan lainnya namun kini sudah terkubur di dalam pasir.

"Dulu sewaktu kami masih SD, dua meriam itu ada di daratan dengan jarak sekitar 100 meter dari bibir pantai. Tapi kini meriam-meriam itu sudah ada di tengah laut. Abrasi di Keakwa sangat tinggi sehingga membutuhkan perhatian dari Pemda Mimika," kata Felix yang juga aktif di Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) itu.

Wakil Ketua Lemasko Marianus Maknaipeku meminta Pemkab Mimika melalui instansi terkait seperti Dinas Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup membuat program penanaman mangrove di pantai Keakwa untuk mencegah abrasi meluas hingga masuk kampung.

Marianus khawatir jika tidak ada upaya serius dari Pemkab Mimika untuk melakukan penanaman mangrove di pantai Keakwa maka dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan kampung yang dihuni ratusan kepala keluarga itu bisa tenggelam.

"Ini tugasnya pemerintah daerah. Kami dari lembaga adat siap mendukung. Kami minta Dinas Kehutanan dan BLH Mimika menanam mangrove di pantai Keakwa untuk mencegah abrasi," desak Marianus.

Ia juga mendukung permintaan masyarakat agar Pemkab Mimika mengembangkan potensi wisata bersejarah PD II di Keakwa agar generasi muda ke depan dapat memahami sejarah masa lampau.

"Ini potensi wisata yang bagus untuk dikembangkan. Apalagi Keakwa punya pantai pasir putih yang panjang dengan potensi ikan, udang, kepiting yang melimpah. Sudah waktunya ini dikembangkan agar menarik minat wisatawan," kata Marianus. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024