Jakarta (Antaranews Papua) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa mantan Ketua DPR Setya Novanto hendak meminta pengamanan Partai Demokrat agar tidak diproses dalam kasus korupsi KTP elektronik.

"Terdakwa menyampaikan untuk mengantisipasi agar tidak diperiksa penegak hukum maka terdakwa akan meminta bantuan Partai Demokrat," kata JPU KPK Ahmad Burhanuddin dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

JPU juga menyebut Setnov sudah mempersiapkan uang hingga Rp20 miliar.

"Terdakwa akan mempersiapkan uang sejumlah Rp20 miliar untuk KPK, itu dilakukan karena terdakwa menyadari telah melanggar hukum," ujar jaksa Burhan.

Dalam tuntutan JPU, disebut bahwa Setnov secara khusus memanggil pengusaha Andi Narogong dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem ke rumahnya untuk meminta penjelasan mengenai harga keping KTP-e.

"Johannes Marleim menjelaskan bahwa harga produk AFIS merek L-1 adalah 5 sen dolar AS atau setara Rp5 ribu. Terdakwa lalu meminta diskon 50 persen dan akhirnya disepakati Johannes Marliem akan memberikan diskon sebesar 40 persen atau setara 2 sen dolar AS atau setara Rp2 ribu per penduduk," ungkap jaksa Burhan.

Setelah menerima penjelasan dari Johannes Marliem bahwa selisih harga diskon akan diberikan kepada Novanto dan anggota DPR lainnya sebagai "commitment fee" 5 persen dari nilai kontrak, maka Novanto memahami dan menyetujuinya.

Dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov subsider 3 tahun penjara.

KPK juga meminta agar hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan.

Setya Novanto akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 13 April 2018. (*)

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024