Semangat. Kata inilah yang pantas disematkan kepada Michael Jhon Yarisetouw, anak muda Papua kelahiran 2 Juni 1991 di Depapre, Kabupaten Jayapura, Papua, karena ia begitu semangat menjelaskan latar belakang mendirikan sebuah komunitas yang bernama Cenderawasih Reading Center (CRC) bersama dua orang rekan lainnya.
   
Berbekal beranda indekos di kawasan Perumnas III, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura, MJ sapaan akrabnya menjadikan markas CRC dengan puluhan hingga ratusan buku bacaan hasil sumbangan berbagai pihak, baik dari teman kuliah, politisi hingga pejabat publik.
   
Latar belakang didirikan CRC, kata MJ alumnus dari program studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) pada 2014 itu, adalah buah dari keresahan dirinya melihat kaum sesamanya yang hanya menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak produktif atau membangun dan mengembangkan diri untuk hal yang bermanfaat bagi sesama.
   
"Untuk itu, saya mendirikan CRC sebagai tempat membaca dan diskusi gratis bagi pemuda Papua. Kenapa harus membaca dan diskusi atau bukan yang lainnya. Karena saya tahu pasti bahan bacaan yang bermutu dan lingkungan yang positif dapat membentuk pemuda Papua yang berkualitas," katanya.
   
Sebagai anak Papua yang dilahirkan dari dalam keluarga sederhana dengan ayah seorang pensiunanan PNS dan ibu yang mengurus rumah tangga. MJ yang juga anak ke enam dari tujuh bersaudara ini ditempa dengan keras. Dimana segala sesuatu diajarkan untuk saling membantu dan berbagi, tidak diajarkan untuk menyombongkan diri tetapi dilatih untuk hidup apa adanya.
   
"Kesadaran pentingnya membaca buku sebagai gerbang ilmu pengetahuan ini muncul dan saya lihat sendiri dari alamrhum mama saya, yang mengajarkan membaca dan mengharuskan memilih pergaulan yang tepat untuk mengembangkan diri saya. Maka CRC saya bentuk untuk menjawab keresahan saya melihat kondisi pemuda Papua beberapa saat terakhir," katanya.
   
CRC dibentuk pada 28 Oktober 2017 yang dibantu oleh dua pengurus inti dan 11 relawan dari kalangan mahasiswa, berdiri atas kesadaran dan tujuan membangun pemuda Papua berkualitas yang dapat memberikan sumbangsih dalam pembangunan bangsa dan negara dari ujung timur Indonesia. 
   
"Sengaja saya bentuk di hari Sumpah Pemuda untuk mendapatkan spiritnya agar terus konsisten dalam berjuang menggapai visi dan misi CRC yakni menyediakan tempat bacaan, berkumpul dan berdiskusi positif membangun Papua serta menggelar pelatihan atau seminar membangun kecerdasan holistik pemuda. Karena sudah saatnya pemuda Papua memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia," katanya.

Pemuda Mandiri
Guna menopang kegiatan CRC, MJ mengaku mencoba untuk mandiri selain mengandalkan 'tangan-tangan Tuhan' untuk membantu menggerakan komunitasnya yang direncanakan  menjadi sebuah yayasan pada tahun depan.
   
"Saya juga membuka warung nasi yang menjual khusus nasi kuning tiap pagi. Puji Tuhan, ada saja dari para politisi hingga pejabat yang membeli untuk menopang usaha kami," kata mantan Wakil Ketua BEM kampus Uncen itu.
   
Berbicara soal kemandirian, lanjut penerima Anugerah Komunikasi Indonesia kategori pegiat komunikasi kepemudaan pada 15 Oktober 2018, sudah saatnya pemuda Papua berdiri diatas kaki sendiri tanpa harus berpangku atau membuka tangan untuk membuat hal positif dengan efek yang besar.
   
Salah satunya dengan mendirikan CRC, tempat berkumpul, berdiskusi dan membaca buku sebagai jendela ilmu pengetahuan dan berdiskusi soal bagaimana membangun daerah dari segi mencerdaskan anak-anak Papua agar bisa melek informasi dan pandai beragumentasi berdasarkan data dan fakta, tanpa memojokkan pihak tertentu.
   
"Mandiri itu perlu perjuangan dan kemauan keras untuk membuka diri, mengalahkan sikap egois dan rasa malu karena ingin berbuat sesuatu yang positif. Berjualan atau berdagang nasi kuning, satu contoh untuk mandiri. Atau paling tidak kita banyak baca buku sehingga bisa dapatkan apa itu arti mandiri," katanya.
   
Mengenai Sumpah Pemuda, MJ yang pernah jadi peserta Konferensi Asia-Pasific Week 2015 di Australia National University for youth leader itu memaknai bahwa pemuda adalah tulang punggung bangsa.
   
"Sebuah kalimat yang sering terucap setiap kali kita mengingat Sumpah Pemuda. Dalam struktur tubuh manusia tulang manusia memiliki peran penting, sebagai penopang kepala dan bagian tubuh lainnya, melindungi organ dalam tubuh, tempat melekatnya tulang rusuk dan menentukan sikap tubuh atau bentuk tubuh," katanya.
   
Maka dari itu, pemuda yang menjadi tulang punggung bangsa pun harus demikian, sebagai penopang, pelindung dan penentu bentuk dan masa depan dari bangsa dan negara Indonesia.
   
Namun kondisi kekinian pemuda Indonesia secara umum, lanjutnya yang pernah menjadi peserta pada Johanes Leimena School of Public Leadership (JLSoPL) Juli 2017, belum menjadi fungsi sebagai tulang punggung bangsa. Egoisme pemuda begitu besar, mudah terpengaruh oleh paham-paham radikal, dan dengan gampang menerima budaya luar.
   
"Semua hal ini membuat pemuda Indonesia belum tepat fungsinya sebagai tulang punggung bangsa,terutama di Papua," kata mantan koordinator Mahasiswa Indonesia Timur Relasi Asing (MITRA) 2014-2015.
   
Khususnya untuk Papua, kata dia, pemuda di Bumi Cenderawasih masih sangat rentan terhadap pengaruh luar, apalagi berbicara soal minuam keras dan pergaulan bebas serta narkoba. Banyak pemuda Papua sangat jauh dari fungsinya sebagai tulang punggung bangsa.
   
Untuk dapat kembali kepada fungsinya, kata dia, pemuda harus sadar diri akan fungsi dan kondisi mereka, setelah sadar selanjutnya mereka harus pahami apa fungsi kehadiran seorang pemuda untuk bangsa. 
   
"Yah untuk bisa mengetahuinya, pemuda harus belajar. Cara belajar yang terbaik adalah dengan membaca. Membaca buku-buku yang bisa membangun dan mengembangkan diri mereka. Dan juga bisa melakukan diskusi atau dengan kata lain mencari mentor yang tepat, terutama mereka yang sudah menjalani hidup begitu lama, karena mereka punya yang tidak pemuda miliki yakni pengalaman," katanya.
   
Menurut dia, untuk menghargai jasa dan peran para pemuda zaman perjuangan hingga bisa melahirkan Sumpah Pemuda, tidak harus dengan berbuat sesuatu yang besar, ataupun menunggu dari pihak lain. Tetapi mulailah dari hal yang kecil dan bermanfaat bagi pribadi dan orang lain disekitar, sehingga maksud dari pemuda sebagai tulang punggung bangsa bisa terlihat dari hal-hal yang kecil tapi bermakna. 
   
"Dengan menyadari diri dan fungsi sebagai pemuda yang mandiri, mulailah membaca, belajar dan menemukan mentor yang tepat, dengan begitu pemuda bisa menjalankan fungsinya sebagai tulang punggung bangsa. CRC hadir untuk mengajak pemuda Papua agar cerdas berpikir dan bertindak sehingga bisa berikan buah pikiran yang positif untuk membangun Papua," katanya.

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024