Jakarta (Antaranews Papua) - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan tidak mudah untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu.

"Memang ini hal tidak mudah untuk memeriksa lagi suatu peristiwa 20 hingga 25 tahun lalu, seperti katakanlah Semanggi atau peristiwa Wasior Papua. Itu lama-lama juga terjadi suatu rekonsiliasi," kata Wapres JK kepada wartawan di Istana Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa.

Dugaan pelanggaran HAM berat terjadi pada masa lalu, menurut Wapres, bukan hanya tanggung jawab pemerintahan Joko Widodo/Jusuf Kalla, melainkan ada peran empat pemerintahan sebelumnya yang turut berperan menyelesaikan itu.

"Pelanggaran HAM yang dikatakan berat pada masa lalu itu berarti sudah melalui empat pemerintahan. Jadi, bukan hanya pemerintah sekarang, melainkan empat pemerintahan sebelumnya juga berarti sama-sama bertanggung jawab," katanya.

Meskipun investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM masa lalu menghadapi tantangan berat, Wapres menegaskan bahwa pemerintah tetap berupaya memulihkan hubungan antara kedua belah pihak yang berseteru.

"Pemerintah tetap menugasi kejaksaan dan kepolisian. Kita tetap usaha seperti itu. Bukannya tidak menghentikannya, tetapi memang tidak mudah," ujar Wapres.

Wapres JK juga mengatakan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Tanah Air tidak semuanya merupakan kesalahan pemerintah, sehingga pemerintah harus dimintai pertanggungjawabannya terhadap peristiwa tersebut.

"Tidak asal ada kejadian, selalu Pemerintah yang salah, Pemerintah (dianggap) tidak mau memperhatikan. Pemerintah itu selalu berusaha menyelesaikan, tetapi justru dilawan oleh kekuatan yang ingin melanggar HAM, seperti apa yang terjadi di Papua," kata Wapres JK.

Wapres JK mengatakan peristiwa penembakan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, merupakan pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap masyarakat sipil dan aparat Pemerintah.

Penembakan yang dilakukan KKB tersebut menewaskan belasan pekerja PT Istaka Karya, staf Balai Besar Pembangunan Jalan Nasional Wilayah Papua, serta anggota TNI AD, Sertu Handoko.

"Apa yang terjadi pekan lalu di Papua itu juga suatu pelanggaran HAM, yang jadi korban adalah aparat Pemerintah, setidak-tidaknya aparat dari perusahaan Pemerintah, juga tentara jadi korban," kata Wapres.

Oleh karena itu, Wapres menegaskan lagi bahwa tidak semua insiden pelanggaran HAM merupakan kesalahan pemerintah.

"Oleh karena itu, kita harus objektif untuk itu semuanya. Bahwa pemerintah, tidak hanya aparat pemerintah, tidak semuanya melanggar HAM, tapi justru menjadi korban dari pelanggaran HAM," katanya.

Dalam peringatan Hari HAM Internasional, Komisi Nasional HAM menuntut pemerintah menuntaskan sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

Sejumlah kasus tersebut, antara lain, peristiwa 1965/1966, peristiwa penembakan misterius (petrus) 1982-1985, peristiwa penghilangan paksa aktivis pada tahun 1997 sampai dengan 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II pada tahun 1998, peristiwa Talangsari pada tahun 1989, peristiwa kerusuhan Mei 1998, dan peristiwa Wasior Wamena 2000 sampai dengan 2003.

Komnas HAM telah menyerahkan berkas penyelidikan terhadap kasus tersebut ke Kejaksaan Agung RI sejak 2002. Namun, tidak ada tanggapan serius dari Pemerintah untuk menyelesaikan lewat jalur hukum.

Komnas HAM menilai Ketidakjelasan atas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat adalah bentuk dari pengingkaran atas keadilan.
   

Pewarta : Fransiska Ninditya
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024