Sentani (ANTARA News Papua) - Sekitar 50 murid Sekolah Dasar Sabron Sari, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua tidak bisa membaca.
Demikian disampaikan Kepala SD Sabron Sari, Paulina Kwano disela pembagian buku dan pemutara film kepada para murid oleh alumni dan mahasiswa Universitas Cenderawasih yang tergabung dalam Pegiat Gerakan Literasi Papua.
"Siswanya sebanyak 184 orang yang terbagi di empat kelas, satu kelas itu ada yang 30 orang, 50 orang, kemudian ada 16 orang, ada yang juga 32 orang, ada yang 26 orang," kata Paulina.
Dari 184 murid itu, kata dia, stengahnya tidak bisa membaca, kebanyakan murid yang tidak bisa membaca itu ada di kelas awal, kemudian kelas dua dan tiga.
"Tidak semua murid kami tidak bisa membaca, ada yang sudah membaca tetapi belum terlalu lancar mengeja huruf, ada sebagian murid yang memang sama sekali tidak bisa membaca," katanya.
Paulina memperkirakan, muridnya yang belum bisa membaca dengan lancar itu sekitar 50 orang lebih, sedangkan yang tidak bisa membaca sebanyak 50 orang.
Menurut dai, umumnya murid yang bersekolah di sekolah itu dari wilayah pegunungan Papua ?diantaranya dari Pegunungan Bintang, Nduga, Wamena, Puncak Jaya, Lanny Jaya.
Sisanya, kata dia, dari Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura serta wilayah pesisir Papua yakni Serui, Biak, Nabire, Mamberamo Raya, dan Sarmi. Ada juga murid yang dari luar Papua.
Paulina mengatakan, hingga kini jangankan mereka mempunyai perpustakaan, ruang kelas untuk belajar saja masih kurang. Ruang guru juga belum ada, sehingga pihak sekolah meminjam satu bangunan dari Yayasan Laskar Kristus Pondok Pemuridan Kanaan untuk dijadikan ruang guru.
Sementara ini dua ruang kelas dari Yayasan Laskar Kristus Pondok Pemuridan Kanaan Jaya, kemudian dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura membantu Yayasan membangun dua ruang kelas dan dibangun secara swadaya dua ruang kelas ruang kelas.
Hingga kini, belum ada perpustakaan yang permanent, sehingga pihak guru bernisiatif untuk menyediakan satu lemari di ruang guru untuk menyimpan buku yang bisa dibaca oleh para murid.
Paulina mengaku, para murid didiknya suka membaca. Mereka senang membaca, setiap hari mereka mengunjungi lemari buku yang ada di ruang guru untuk membaca.
"Biasanya sebelum para guru memulai pelajaran di masing-masing kelas, mereka mengawali mata pelajarannya dengan literasi membaca buku apa saja sekitar 15 menit barulah pelajaran dimulai," katanya.
Selain itu, menurut dia, setiap bulannya ada mobil perpustakaan keliling dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura yang datang ke sekolah lalu petugasnya mengajak para murid untuk membaca.
"Mereka/mobil perpustakaan ?keliling ini punya jadwalnya sudah ada, satu bulan satu kali datang ke sekolah lalu mengajak para murid membaca," katanya.
Demikian disampaikan Kepala SD Sabron Sari, Paulina Kwano disela pembagian buku dan pemutara film kepada para murid oleh alumni dan mahasiswa Universitas Cenderawasih yang tergabung dalam Pegiat Gerakan Literasi Papua.
"Siswanya sebanyak 184 orang yang terbagi di empat kelas, satu kelas itu ada yang 30 orang, 50 orang, kemudian ada 16 orang, ada yang juga 32 orang, ada yang 26 orang," kata Paulina.
Dari 184 murid itu, kata dia, stengahnya tidak bisa membaca, kebanyakan murid yang tidak bisa membaca itu ada di kelas awal, kemudian kelas dua dan tiga.
"Tidak semua murid kami tidak bisa membaca, ada yang sudah membaca tetapi belum terlalu lancar mengeja huruf, ada sebagian murid yang memang sama sekali tidak bisa membaca," katanya.
Paulina memperkirakan, muridnya yang belum bisa membaca dengan lancar itu sekitar 50 orang lebih, sedangkan yang tidak bisa membaca sebanyak 50 orang.
Menurut dai, umumnya murid yang bersekolah di sekolah itu dari wilayah pegunungan Papua ?diantaranya dari Pegunungan Bintang, Nduga, Wamena, Puncak Jaya, Lanny Jaya.
Sisanya, kata dia, dari Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura serta wilayah pesisir Papua yakni Serui, Biak, Nabire, Mamberamo Raya, dan Sarmi. Ada juga murid yang dari luar Papua.
Paulina mengatakan, hingga kini jangankan mereka mempunyai perpustakaan, ruang kelas untuk belajar saja masih kurang. Ruang guru juga belum ada, sehingga pihak sekolah meminjam satu bangunan dari Yayasan Laskar Kristus Pondok Pemuridan Kanaan untuk dijadikan ruang guru.
Sementara ini dua ruang kelas dari Yayasan Laskar Kristus Pondok Pemuridan Kanaan Jaya, kemudian dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura membantu Yayasan membangun dua ruang kelas dan dibangun secara swadaya dua ruang kelas ruang kelas.
Hingga kini, belum ada perpustakaan yang permanent, sehingga pihak guru bernisiatif untuk menyediakan satu lemari di ruang guru untuk menyimpan buku yang bisa dibaca oleh para murid.
Paulina mengaku, para murid didiknya suka membaca. Mereka senang membaca, setiap hari mereka mengunjungi lemari buku yang ada di ruang guru untuk membaca.
"Biasanya sebelum para guru memulai pelajaran di masing-masing kelas, mereka mengawali mata pelajarannya dengan literasi membaca buku apa saja sekitar 15 menit barulah pelajaran dimulai," katanya.
Selain itu, menurut dia, setiap bulannya ada mobil perpustakaan keliling dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura yang datang ke sekolah lalu petugasnya mengajak para murid untuk membaca.
"Mereka/mobil perpustakaan ?keliling ini punya jadwalnya sudah ada, satu bulan satu kali datang ke sekolah lalu mengajak para murid membaca," katanya.