Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkembangan penanganan kasus kayu ilegal.
"Dalam tindak lanjut ini kami ingin menyampaikan 'progress-progress' penanganan kasus yang kami lakukan. Kami sudah melakukan upaya penindakan terhadap enam kapal yang membawa kayu ilegal dari Papua, Papua Barat, dan juga di Maluku," kata Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, jumlah kayu ilegal yang sudah ditangani oleh KLHK dari Desember 2018 sampai Maret 2019 sebanyak 438 kontainer yang berada di Surabaya dan Makassar.
"Adapun kayu yang sudah kami tangani sejak bulan Desember sampai dengan bulan Maret kemarin ini berjumlah 438 kontainer yang berada di Surabaya dan juga di Makassar ini kami sampaikan tadi dalam rapat pertemuan dengan pimpinan KPK Pak Laode Syarif," ucap Rasio.
Kemudian, ia juga menyampaikan dalam pertemuan itu soal kemajuan penanganan kasus kayu ilegal.
"Ada dua kasus yang sudah siap disidangkan di Sorong (Papua Barat), ini kami sebut P-22 kami sudah menyerahkan tersangkanya kepada pihak Kejaksaan akan disidangkan. Itu dua kasus yang kami tangani ini dengan tersangka HBS ," ungkap Rasio.
Selain itu, kata dia, ada empat kasus kayu ilegal yang juga sudah masuk tahap P-21.
"Artinya proses penyidikan sudah selesai, kami sudah menyerahkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi di Makassar, yaitu dengan tersangka DG, TS, DT, dan D," tuturnya.
Dalam penanganan kasus ini, kata dia, KLHK juga terus melakukan pengembangan-pengembangan kasus kayu ilegal di mana ada lima orang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Menurut dia, kasus kayu ilegal yang ditangani pihaknya saat ini merupakan kasus terbesar yang pernah ditangani karena mencapai 10 ribu meter kubik dari enam kapal berasal dari Papua, Papua Barat, dan Maluku.
"Ini jumlah kayu merbau dengan total nilai yang sangat besar kalau kayu olahan yang disita ini, sekitar kalau 1 meter kubiknya itu Rp20 juta karena 10 ribu meter kubiknya Rp200 miliar," kata dia.
Ia juga menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan kasus yang direkomendasikan oleh KPK.
"Tadi saya sampaikan kasus ini merupakan kasus yg direkomendasikan oleh KPK dan tim kami terus bekerja dengan supervisi KPK. Jadi, enam kasus sudah selesai proses penyidikannya sudah siap akan disidangkan dan 20 kasus lain sedang dikembangkan, kami akan terus melaporkan kepada KPK," ujar Rasio.
"Dalam tindak lanjut ini kami ingin menyampaikan 'progress-progress' penanganan kasus yang kami lakukan. Kami sudah melakukan upaya penindakan terhadap enam kapal yang membawa kayu ilegal dari Papua, Papua Barat, dan juga di Maluku," kata Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, jumlah kayu ilegal yang sudah ditangani oleh KLHK dari Desember 2018 sampai Maret 2019 sebanyak 438 kontainer yang berada di Surabaya dan Makassar.
"Adapun kayu yang sudah kami tangani sejak bulan Desember sampai dengan bulan Maret kemarin ini berjumlah 438 kontainer yang berada di Surabaya dan juga di Makassar ini kami sampaikan tadi dalam rapat pertemuan dengan pimpinan KPK Pak Laode Syarif," ucap Rasio.
Kemudian, ia juga menyampaikan dalam pertemuan itu soal kemajuan penanganan kasus kayu ilegal.
"Ada dua kasus yang sudah siap disidangkan di Sorong (Papua Barat), ini kami sebut P-22 kami sudah menyerahkan tersangkanya kepada pihak Kejaksaan akan disidangkan. Itu dua kasus yang kami tangani ini dengan tersangka HBS ," ungkap Rasio.
Selain itu, kata dia, ada empat kasus kayu ilegal yang juga sudah masuk tahap P-21.
"Artinya proses penyidikan sudah selesai, kami sudah menyerahkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi di Makassar, yaitu dengan tersangka DG, TS, DT, dan D," tuturnya.
Dalam penanganan kasus ini, kata dia, KLHK juga terus melakukan pengembangan-pengembangan kasus kayu ilegal di mana ada lima orang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Menurut dia, kasus kayu ilegal yang ditangani pihaknya saat ini merupakan kasus terbesar yang pernah ditangani karena mencapai 10 ribu meter kubik dari enam kapal berasal dari Papua, Papua Barat, dan Maluku.
"Ini jumlah kayu merbau dengan total nilai yang sangat besar kalau kayu olahan yang disita ini, sekitar kalau 1 meter kubiknya itu Rp20 juta karena 10 ribu meter kubiknya Rp200 miliar," kata dia.
Ia juga menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan kasus yang direkomendasikan oleh KPK.
"Tadi saya sampaikan kasus ini merupakan kasus yg direkomendasikan oleh KPK dan tim kami terus bekerja dengan supervisi KPK. Jadi, enam kasus sudah selesai proses penyidikannya sudah siap akan disidangkan dan 20 kasus lain sedang dikembangkan, kami akan terus melaporkan kepada KPK," ujar Rasio.