Timika (ANTARA) - Pengelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro/LPMAK memastikan sebanyak 28 pelajar SMP dan SMA yang selama ini studi di Lokon, Kota Tomohon, Sulawesi Utara dalam beberapa pekan terakhir memilih pulang ke Timika lantaran merasa tidak nyaman berada di tempat studi mereka.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang kepada ANTARA di Timika, Selasa, mengatakan kepulangan 28 pelajar yang menjadi peserta program beasiswa LPMAK itu atas inisiatif mereka sendiri.
"Yang sudah pulang ke Timika ada 28 orang, terdiri atas 26 pelajar SMA Lokon dan dua orang pelajar SMP Lokon. Secara umum mereka menyampaikan bahwa kepulangannya karena berkaitan dengan situasi di sana," katanya.
"Ada pamong membuatkan video yang ditujukan kepada anak-anak SMP. Tujuannya sebenarnya baik, namun karena situasinya kurang pas sehingga kemudian anak-anak mengambil langkah melakukan demonstrasi, tidak masuk sekolah dan seterusnya sampai ada yang pulang ke Timika," tambah Abraham.
Ia mengatakan sejak lama LPMAK menjalin kemitraan dengan pihak SMP dan SMA Yayasan Lokon, Tomohon, Sulut untuk mendidik putra-putri asli Papua dari Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan lainnya di Kabupaten Mimika.
Selama periode panjang itu, katanya, tidak pernah terjadi permasalahan yang menimpa pelajar asal Mimika di wilayah Sulut sebagaimana terjadi di kota-kota studi lainnya.
Saat ini, katanya, masih terdapat lebih dari 140-an pelajar SMP dan SMA Lokon asal Mimika sebagai peserta program beasiswa LPMAK yang tetap bertahan di sekolah tersebut.
Guna membahas nasib para pelajar peserta program beasiswa LPMAK di Lokon tersebut, LPMAK mengundang para orang tua murid dan pelajar yang pulang ke Timika untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut.
Pertemuan tersebut digelar sejak Sabtu (7/9) dan berlanjut pada Selasa siang dengan difasilitasi oleh Polres Mimika dan menghadirkan Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob.
Abraham mengatakan LPMAK telah mengutus tim ke Lokon untuk mencari tahu penyebab terjadinya keresahan yang dialami pelajar asal Mimika.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan, diketahui ada beberapa pelajar sebagai pemicu keributan di sekolah itu lalu mempengaruhi rekan-rekannya untuk pulang ke Timika.
"Tahap pertama kami pulangkan tujuh orang, lalu menyusul 15 orang dan terakhir enam orang. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh peserta beasiswa LPMAK, kalau mereka tidak menaati aturan tersebut maka mereka bisa diberhentikan misalnya jika kedapatan mabuk-mabukan, membuat keributan, menganiaya orang atau mengundurkan diri," katanya.
"Saya tegaskan, 28 pelajar yang pulang ke Timika itu atas permintaan mereka sendiri, bukan dipulangkan oleh lembaga. Setiap anak yang pulang harus membuat surat pernyataan sehingga kami bertanggung jawab untuk mengembalikan mereka kepada orang tuanya," tambahnya.
LPMAK masih membuka pintu bagi peserta program beasiswa yang pulang ke Timika untuk kembali ke kota studi di SMP dan SMA Lokon, Tomohon.
Namun jika para pelajar tersebut memilih untuk bersekolah di Mimika, maka LPMAK menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada mereka sendiri dan LPMAK tidak akan lagi memberikan bantuan beasiswa pendidikan, demikian Abraham Timang.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang kepada ANTARA di Timika, Selasa, mengatakan kepulangan 28 pelajar yang menjadi peserta program beasiswa LPMAK itu atas inisiatif mereka sendiri.
"Yang sudah pulang ke Timika ada 28 orang, terdiri atas 26 pelajar SMA Lokon dan dua orang pelajar SMP Lokon. Secara umum mereka menyampaikan bahwa kepulangannya karena berkaitan dengan situasi di sana," katanya.
"Ada pamong membuatkan video yang ditujukan kepada anak-anak SMP. Tujuannya sebenarnya baik, namun karena situasinya kurang pas sehingga kemudian anak-anak mengambil langkah melakukan demonstrasi, tidak masuk sekolah dan seterusnya sampai ada yang pulang ke Timika," tambah Abraham.
Ia mengatakan sejak lama LPMAK menjalin kemitraan dengan pihak SMP dan SMA Yayasan Lokon, Tomohon, Sulut untuk mendidik putra-putri asli Papua dari Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan lainnya di Kabupaten Mimika.
Selama periode panjang itu, katanya, tidak pernah terjadi permasalahan yang menimpa pelajar asal Mimika di wilayah Sulut sebagaimana terjadi di kota-kota studi lainnya.
Saat ini, katanya, masih terdapat lebih dari 140-an pelajar SMP dan SMA Lokon asal Mimika sebagai peserta program beasiswa LPMAK yang tetap bertahan di sekolah tersebut.
Guna membahas nasib para pelajar peserta program beasiswa LPMAK di Lokon tersebut, LPMAK mengundang para orang tua murid dan pelajar yang pulang ke Timika untuk mencari solusi terhadap persoalan tersebut.
Pertemuan tersebut digelar sejak Sabtu (7/9) dan berlanjut pada Selasa siang dengan difasilitasi oleh Polres Mimika dan menghadirkan Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob.
Abraham mengatakan LPMAK telah mengutus tim ke Lokon untuk mencari tahu penyebab terjadinya keresahan yang dialami pelajar asal Mimika.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan, diketahui ada beberapa pelajar sebagai pemicu keributan di sekolah itu lalu mempengaruhi rekan-rekannya untuk pulang ke Timika.
"Tahap pertama kami pulangkan tujuh orang, lalu menyusul 15 orang dan terakhir enam orang. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh peserta beasiswa LPMAK, kalau mereka tidak menaati aturan tersebut maka mereka bisa diberhentikan misalnya jika kedapatan mabuk-mabukan, membuat keributan, menganiaya orang atau mengundurkan diri," katanya.
"Saya tegaskan, 28 pelajar yang pulang ke Timika itu atas permintaan mereka sendiri, bukan dipulangkan oleh lembaga. Setiap anak yang pulang harus membuat surat pernyataan sehingga kami bertanggung jawab untuk mengembalikan mereka kepada orang tuanya," tambahnya.
LPMAK masih membuka pintu bagi peserta program beasiswa yang pulang ke Timika untuk kembali ke kota studi di SMP dan SMA Lokon, Tomohon.
Namun jika para pelajar tersebut memilih untuk bersekolah di Mimika, maka LPMAK menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada mereka sendiri dan LPMAK tidak akan lagi memberikan bantuan beasiswa pendidikan, demikian Abraham Timang.