Mataram (ANTARA) - Kompol Tuti Maryati, terpidana pungutan liar (pungli) di Ruang Tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, terancam dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat dari statusnya sebagai anggota Polri.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Purnama di Mataram, Jumat, mengatakan, sanksi pemecatan itu sesuai dengan ancaman pelanggaran Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi yang berlaku dalam institusi penegak hukum Polri.
"Tergantung dari vonis hukuman pidananya, kalau menurut aturan, itu (vonis tiga tahun Kompol Tuti) PTDH, tapi itu semua tergantung keputusan ketua komisi (sidang komisi etik Polri)," kata Purnama.
Dia menjelaskan bahwa sanksi PTDH dapat berlaku bagi seluruh anggota yang melanggar Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri. Bahkan yang hanya terlibat pidana dan mendapat ancaman hukuman penjara karena melakukan tindak pidana, sanksi PTDH seakan-akan sudah berada di depan mata.
Apalagi melihat konstruksi kasus Kompol Tuti, yang telah mendapat vonis hukuman pidana penjara dari Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, karena terbukti bersalah melakukan pungli dari para tahanan Rutan Polda NTB.
"Mau dia pidananya korupsi, narkoba, apapun itu, semua sama saja, yang dilihat ancaman pidananya. Jadi baru diancam melakukan tindak pidana saja, sudah bisa dikatakan melanggar (Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri), apalagi ini sudah inkrah dari pengadilan," ucapnya.
Menindaklanjuti Putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram yang sudah berstatus inkrah, terhitung sejak Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri pada Selasa, 24 September 2019, menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun dengan denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan kepada Kompol Tuti, Polda NTB dikatakan sudah mengambil langkah konkret.
"Jadi kalau itu (kasus Kompol Tuti), sudah ada putusan yang sifatnya inkrah, otomatis itu sudah diproses. Yakinlah bahwa kita dalam menegakkan hukum, akan memproses siapapun, termasuk anggota Polri," katanya.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Purnama di Mataram, Jumat, mengatakan, sanksi pemecatan itu sesuai dengan ancaman pelanggaran Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi yang berlaku dalam institusi penegak hukum Polri.
"Tergantung dari vonis hukuman pidananya, kalau menurut aturan, itu (vonis tiga tahun Kompol Tuti) PTDH, tapi itu semua tergantung keputusan ketua komisi (sidang komisi etik Polri)," kata Purnama.
Dia menjelaskan bahwa sanksi PTDH dapat berlaku bagi seluruh anggota yang melanggar Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri. Bahkan yang hanya terlibat pidana dan mendapat ancaman hukuman penjara karena melakukan tindak pidana, sanksi PTDH seakan-akan sudah berada di depan mata.
Apalagi melihat konstruksi kasus Kompol Tuti, yang telah mendapat vonis hukuman pidana penjara dari Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, karena terbukti bersalah melakukan pungli dari para tahanan Rutan Polda NTB.
"Mau dia pidananya korupsi, narkoba, apapun itu, semua sama saja, yang dilihat ancaman pidananya. Jadi baru diancam melakukan tindak pidana saja, sudah bisa dikatakan melanggar (Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri), apalagi ini sudah inkrah dari pengadilan," ucapnya.
Menindaklanjuti Putusan Pengadilan Negeri Tipikor Mataram yang sudah berstatus inkrah, terhitung sejak Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri pada Selasa, 24 September 2019, menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun dengan denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan kepada Kompol Tuti, Polda NTB dikatakan sudah mengambil langkah konkret.
"Jadi kalau itu (kasus Kompol Tuti), sudah ada putusan yang sifatnya inkrah, otomatis itu sudah diproses. Yakinlah bahwa kita dalam menegakkan hukum, akan memproses siapapun, termasuk anggota Polri," katanya.