Jayapura (ANTARA) - Salah satu perusahaan tambang mineral tembaga, perak dan emas terbesar di dunia yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) terlihat mulai secara perlahan tetapi pasti meninggalkan titik-titik kritis penanganan dan penanggulangan dampak pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

"Pandemi virus corona yang melanda karyawannya dan secara sistematis mengakhiri berbagai upaya politik praktis dari pihak tertentu untuk menghentikan secara total operasi tambang dengan mengatasnamakan pertimbangan kemanusiaan."ungkap intelektual muda Orang Asli Papua (OAP) Habelino Sawaki SH, M.Si(Han) di Jayapura, Sabtu melalui jaringan telepon jarak jauh terkait perkembangan ekonomi Papua masa pandemi COVID-19 yang banyak bergantung serta ditentukan dinamika pertambangan dan pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan mineral.

Habelino mengatakan, semua orang mengetahui bahwa PAD Papua dan geliat ekonomi masyarakat di Provinsi Papua banyak bergantung pada sektor pertambangan, dimana Freeport sebagai salah satu perusahaan tambang mineral tembaga, perak dan emas menjadi penentunya.

Karena itu, apabila Freeport beroperasi secara normal, lanjutnya, maka dengan sendirinya roda perekonomian Papua akan berputar dengan sangat lancar dan perekonomian masyarakatpun akan cerah, sebaliknya jika terhambat maka perekonomian pun akan mandek.

Habelino dalam keterangan tertulis diterima ANTARA menyebut, perputaran roda perekonomian Papua pada beberapa bulan terakhir masa pandemi Covid-19 ini sangat melemah mendekati titik paling rendah (nadir) akibat tidak lancarnya operasi tambang PTFI.

Didalam situasi yang sangat sulit itu, lanjut Habelino, justru terjadi berbagai manuver politik praktis sangat masif yang diduga dilakukan orang atau kelompok orang tertentu dengan agenda politik tertentu untuk menghentikan secara menyeluruh operasi pertambangan tersebut.

"Upaya politik praktis menghentikan operasi tambang secara menyeluruh itu diusung dengan wajah “kemanusiaan”. Demi kemanusiaan, agar tidak terjadi kehilangan nyawa karyawan dan keluarganya maka operasi tambang Freeport harus segera ditutup secara total dan karyawan diliburkan dalam waktu yang tidak ditentukan,"katanya.

Menurut alumni Universitas Pertahanan (Unhan) Jakarta ini, sejak Indonesia dilanda pandemi COVID-19, terdapat dua persoalan besar dan sangat krusial melanda Freeport yaitu pertama, persoalan virus corona dimana cukup banyak karyawan perusahaan ini terpapar virus yang mematikan itu.

Kondisi ini, lanjutnya, mengharuskan manajemen puncak segera mengatur jadwal kerja karyawannya sekaligus mengambil langkah cepat menanggulangi pandemi ini sesuai protokol kesehatan yang diberkan Pemerintah dan WHO.

Persoalan kedua, menurut Habelino, adalah di dalam situasi yang sangat krusial menyangkut keselamatan nyawa semua karyawannya termasuk keluarga karyawan itu, justeru diduga ada pihak-pihak tertentu dengan mengatasnamakan kemanusiaan dan keselamatan nyawa manusia, berupaya secara masif agar PT Freeport Indonesia mengehentikan secara menyeluruh operasinya terutama di areal tambang bawah tanah.

Padahal orang tidak berpikir jauh bahwa meningglkan tambang bawah tanah tanpa perawatan yang terus-menerus akan berdampak sangat buruk.

"Dua tantangan krusial ini benar-benar mengharuskan manajemen dan semua karyawannya berjibaku untuk mengatasinya,"kata salah satu fondator dan mantan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Papua Indonesia (Gemapi)–salah satu organisasi pemuda di Papua yang telah dikenal luas oleh masyarakat di Papua dan di luar Papua.

Pandemi COVID-19, lanjutnya, diatasi dengan kebijakan dan langkah-langkah nyata dan strategis di bidang medis yang terlihat cepat dan akurat serta kebijakan manajemen di bidang pencegahan virus corona sesuai protokol kesehatan yang diberikan Pemerintah dan WHO.

Antara lain dengan membuka Laboratorium rujukan diagnosis COVID-19, meningkatkan jumlah rapid test, menambah kapastitas pemeriksaan dan mendatangkan PCR (Polymerase Chain Reaction) yang dengan cepat mendeteksi virus yang mematikan itu.

Sedangkan upaya politik praktis menghentikan operasi tambang yang diduga dilakukan oknum dan kelompok politik tertentu diupayakan melalui berbagai langkah antisipatif, proaktif dan pendekatan ke berbagai lini serta mengaktifkan peran kehumasan seperti bekerjasama dengan berbagai media terutama di Jakarta, Timika dan Jayapura secara sistemtis dan menyeluruh tanpa mengenal waktu dan tempat.

Mereka menyadari bahwa setiap media punya gaya dan stratetignya masing-masing serta memiliki kelompok pembacanya sendiri yang fanatik.

Atas dasar itulah, menurut Habelino, mereka berjibaku memenangkan pertarungan yang sengit di belantera politik pertambangan mineral tembaga, perak dan emas itu.

Dengan kerja keras dan sangat terencana itu, mulai dari tingkatan manajemen puncak hingga lini paling bawah di tiga area utama yakni Jakarta sebagai pusat politik nasional dan internasional, Timika sebagai pusat operasi tambang dan Jayapura sebagai pusat perpolitikan dan perekonomian Tanah Papua.

Maka pada hari-hari ini, lanjutnya, kita dapat menyaksikan, bahwa Freeport secara pasti, langkah demi langkah dan terukur mulai meninggalkan puncak masa kritisnya menuju situasi normal dengan tetap memperhatikan “kenormalan baru” yang diamanatkan Pemerintah.

"Dengan demikian, diharapkan perkekonomian Papua mulai menggeliat lagi dan tentu saja di dalam situasi yang normal ini akan bermunculan tanda-tanda yang menggembirakan,penuh optimisme di bidang peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan peningkatan taraf hidup masyarakat kecil di kampung-kampung secara menyeluruh,"kata Habelino.

Pewarta : Muhsidin
Editor : Editor Papua
Copyright © ANTARA 2024