Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pandemi COVID-19 mengajarkan seluruh umat manusia di muka bumi untuk menghargai nyawa.
"Tuhan saja Yang Maha Segalanya yang menciptakan manusia dan kehidupan ini begitu menjunjung tinggi harga nyawa manusia, bahkan seluruh makhluk di muka bumi. Karena itu kita sebagai khalifah di muka bumi juga harus menghargai nyawa manusia," kata Haedar melalui telekonferensi di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Jumat.
Bahkan bagi Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi Ideologi Pancasila, menurut dia, penghargaan terhadap nyawa manusia termasuk dalam implementasi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Haedar mengatakan warga dunia termasuk warga Muhammadiyah di dalamnya perlu secara konsisten dan disiplin melakukan pencegahan dengan menerapkan protokol kesehatan mulai pembatasan jarak fisik (physical distancing), memakai masker, serta cuci tangan karena hingga kini belum ada tren penurunan kasus.
"Kita ingin COVID-19 tidak menular semakin meluas," kata dia.
Atas dasar itu pula, PP Muhammadiyah dan Aisyiyah memutuskan menunda pelaksanaan perhelatan penting lima tahunan yakni Muktamar ke-48 yang sedianya digelar pada Juli 2020.
"Berdasarkan ahli epidemiologi dan ahli-ahli kedokteran bahwa hingga Desember 2020 kita tidak memungkinkan melaksanakan acara yang melibatkan banyak massa," kata dia.
Haedar berujar bisa saja Muhammadiyah tetap berkukuh menggelar Muktamar dengan melibatkan banyak peserta. Namun, hal itu tidak akan ditempuh salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ini karena menurut Haedar kendati saat ini memasuki masa adaptasi, namun risiko penularan virus corona jenis baru itu jangan sampai diabaikan.
"Mungkin kebetulan kita tidak kena, tetapi ingat ketika kita terlibat dalam aktivitas yang melibatkan orang banyak, apalagi dengan adanya OTG (orang tanpa gejala) sehingga rumah sakit menjadi penuh, maka itu adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab baik dari segi keagamaan maupun sosial," kata dia.
Haedar berharap masyarakat tidak memandang kasus COVID-19 sebagai sesuatu yang ringan dan sepele karena faktanya, kata dia, dalam kurun empat bulan kasus meninggal akibat COVID-19 di tingkat dunia sudah cukup besar mencapai 400 ribu jiwa lebih dengan 7 juta lebih orang terinfeksi.
"Dalam konteks 'azali' tentu kematian masuk wilayah Allah SWT tetapi dalam konteks duniawi maka kita perlu berikhtiar," kata dia.
"Tuhan saja Yang Maha Segalanya yang menciptakan manusia dan kehidupan ini begitu menjunjung tinggi harga nyawa manusia, bahkan seluruh makhluk di muka bumi. Karena itu kita sebagai khalifah di muka bumi juga harus menghargai nyawa manusia," kata Haedar melalui telekonferensi di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Jumat.
Bahkan bagi Bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi Ideologi Pancasila, menurut dia, penghargaan terhadap nyawa manusia termasuk dalam implementasi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Haedar mengatakan warga dunia termasuk warga Muhammadiyah di dalamnya perlu secara konsisten dan disiplin melakukan pencegahan dengan menerapkan protokol kesehatan mulai pembatasan jarak fisik (physical distancing), memakai masker, serta cuci tangan karena hingga kini belum ada tren penurunan kasus.
"Kita ingin COVID-19 tidak menular semakin meluas," kata dia.
Atas dasar itu pula, PP Muhammadiyah dan Aisyiyah memutuskan menunda pelaksanaan perhelatan penting lima tahunan yakni Muktamar ke-48 yang sedianya digelar pada Juli 2020.
"Berdasarkan ahli epidemiologi dan ahli-ahli kedokteran bahwa hingga Desember 2020 kita tidak memungkinkan melaksanakan acara yang melibatkan banyak massa," kata dia.
Haedar berujar bisa saja Muhammadiyah tetap berkukuh menggelar Muktamar dengan melibatkan banyak peserta. Namun, hal itu tidak akan ditempuh salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ini karena menurut Haedar kendati saat ini memasuki masa adaptasi, namun risiko penularan virus corona jenis baru itu jangan sampai diabaikan.
"Mungkin kebetulan kita tidak kena, tetapi ingat ketika kita terlibat dalam aktivitas yang melibatkan orang banyak, apalagi dengan adanya OTG (orang tanpa gejala) sehingga rumah sakit menjadi penuh, maka itu adalah tindakan yang tidak bertanggungjawab baik dari segi keagamaan maupun sosial," kata dia.
Haedar berharap masyarakat tidak memandang kasus COVID-19 sebagai sesuatu yang ringan dan sepele karena faktanya, kata dia, dalam kurun empat bulan kasus meninggal akibat COVID-19 di tingkat dunia sudah cukup besar mencapai 400 ribu jiwa lebih dengan 7 juta lebih orang terinfeksi.
"Dalam konteks 'azali' tentu kematian masuk wilayah Allah SWT tetapi dalam konteks duniawi maka kita perlu berikhtiar," kata dia.