Jayapura (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Biak Numfor akhirnya menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana pemotongan insentif 263 guru kontrak pada tahun 2015—2016 sebesar Rp7,5 milliar.
Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri Biak Numfor Erwin P.H. Saragih menyebutkan dua tersangka itu berinisial LY dan HR yang merupakan mantan Kadis dan Bendahara Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Numfor.
"LY saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Biak Numfor," katanya dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Kota Jayapura, Papua, Rabu.
Ia pun menjelaskan bahwa penetapan keduanya sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Biak Numfor Nomor Sprint 16/R.1.12/fd.1/08/2020 dengan tanggal 18 Agustus 2020, dan Nomor sprint 17/R.1.12/fd.1/08/2020 tanggal 18 Agustus 2020.
"Kami juga telah berkoordinasi dengan BPKP Papua untuk mengecek kerugian negara," katanya.
Dalam kasus ini, kata Kajari, penyidik telah memeriksa sedikit 117 orang saksi dan menemukan minimal dua alat bukti terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana pemotongan insentif 263 guru kontrak pada tahun 2015—2016 sebesar Rp7.574.400.000,00.
Menyinggung kemungkinan akan bertambahnya tersangka dalam kasus ini, Kajari membenarkan akan ada tersangka tambahan mengingat ada pihak yang penerbitan SP2D tanpa dokumen pendukung untuk pencarian dana tersebut.
"Kami masih kembangkan, akan ada tambahan tersangka karena penandatanganan SP2D tersebut sehingga uang cair dari rekening Kas Daerah Biak, padahal di ketahui proses rekrutmen 263 guru kontrak baru pada bulan Januari—Februari 2016 dan guru kontrak baru mulai bekerja pada bulan Maret 2016," ungkapnya.
Bahkan, kata Kajari, uang sebesar Rp7,5 miliar itu setelah dicairkan, disimpan di salah satu rumah tersangka selama lebih dari 3 bulan.
"Uang ditarik tunai dari Bank Papua pada tanggal 29 Desember 2015," katanya.
Ia menegaskan, "Jangankan 3 bulan, sehari saja uang negara keluar dari rekening kas daerah disimpan pribadi itu sudah merupakan perbuatan melawan hukum."
Kejanggalan itu, kata dia, akan digali dan didalami oleh tim penyidik untuk mengetahui siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus 263 guru kontrak pada tahun 2015—2016.
Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri Biak Numfor Erwin P.H. Saragih menyebutkan dua tersangka itu berinisial LY dan HR yang merupakan mantan Kadis dan Bendahara Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Numfor.
"LY saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Biak Numfor," katanya dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Kota Jayapura, Papua, Rabu.
Ia pun menjelaskan bahwa penetapan keduanya sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Biak Numfor Nomor Sprint 16/R.1.12/fd.1/08/2020 dengan tanggal 18 Agustus 2020, dan Nomor sprint 17/R.1.12/fd.1/08/2020 tanggal 18 Agustus 2020.
"Kami juga telah berkoordinasi dengan BPKP Papua untuk mengecek kerugian negara," katanya.
Dalam kasus ini, kata Kajari, penyidik telah memeriksa sedikit 117 orang saksi dan menemukan minimal dua alat bukti terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana pemotongan insentif 263 guru kontrak pada tahun 2015—2016 sebesar Rp7.574.400.000,00.
Menyinggung kemungkinan akan bertambahnya tersangka dalam kasus ini, Kajari membenarkan akan ada tersangka tambahan mengingat ada pihak yang penerbitan SP2D tanpa dokumen pendukung untuk pencarian dana tersebut.
"Kami masih kembangkan, akan ada tambahan tersangka karena penandatanganan SP2D tersebut sehingga uang cair dari rekening Kas Daerah Biak, padahal di ketahui proses rekrutmen 263 guru kontrak baru pada bulan Januari—Februari 2016 dan guru kontrak baru mulai bekerja pada bulan Maret 2016," ungkapnya.
Bahkan, kata Kajari, uang sebesar Rp7,5 miliar itu setelah dicairkan, disimpan di salah satu rumah tersangka selama lebih dari 3 bulan.
"Uang ditarik tunai dari Bank Papua pada tanggal 29 Desember 2015," katanya.
Ia menegaskan, "Jangankan 3 bulan, sehari saja uang negara keluar dari rekening kas daerah disimpan pribadi itu sudah merupakan perbuatan melawan hukum."
Kejanggalan itu, kata dia, akan digali dan didalami oleh tim penyidik untuk mengetahui siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus 263 guru kontrak pada tahun 2015—2016.