Jayapura (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, menegaskan pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta Pilkada serentak 9 Desember 2020 yang melanggar protokol kesehatan saat berkampanye dengan jumlah massa melebihi ketentuan yang diatur KPU dan peraturan Bawaslu dapat dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian.
"Terkait sanksi bagi pasangan calon bupati dan wakil bupati pserta Pilkada 2020 jika mematuhi protokol kesehatan dalam kampanye, itu sudah sesuai dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2020, PKPU Nomor 6 Tahun 2020 kemudian beberapa edaran Bawaslu RI terkait pengawasan protokol kesehatan," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Keerom, Natalia L Yonggom di Jayapura, Selasa.
Pelaksanaan protokol kesehatan dalam kampanye, menurut dia, Bawaslu akan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
Ketika ada salah satu pasangan calon melakukan kampanye tetapi kemudian tidak mentaati protokol kesehatan dimaksud maka ada keberatan dari Bawaslu kepada tim kampanye.
"Nah itu sesuai dengan PKPU maupun peraturan Bawaslu. Lalu dengan keberatan itu, Bawaslu akan merekomendasikan keberatan yang disampaikan kepada tim, jika tim langsung mengindahkan atau mengikuti saran Bawaslu maka dengan demikian maka kita tidak mengenakan sanksi apa-apa karena mereka langsung menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.
Tetapi, kata dia, kalau paslon sampai tidak mau dan tidak taat terhadap keberatan Bawaslu terkait protokol kesehatan yang tidak dilakukan maka Bawaslu akan merekomendasikan ke pihak kepolisian untuk melakukan pembubaran paksa.
Pembubaran paksa itu bukan keluar dari Bawaslu Keerom tetapi ada di PKPU Nomor 10 Tahun 2020 dan juga PKPU Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur tentang protokol kesehatan serta PKPU Nomor 12 Tahun 2020.
"Sanksinya, kalau tidak melaksanakan protokol kesehatan maka aparat kepolisian akan melakukan pembubaran paksa, sesuai dengan PKPU yang mengatur tentang masa kampanye dimasa pandemi ini," katanya.
Ia mengimbau kepada masyarakat yang nantinya hadir dalam masa kampanye dan mendukung pasangan calon tertentu diharapkan agar mengedepankan protokol kesehatan.
Masyarakat juga diharapkan tidak melakukan praktek politik uang sehingga pimpinan daerah yang nantinya terpilih pada 9 Desember mendatang, sesuai dengan amanah dan suara rakyat atau suara Tuhan.
"Terkait sanksi bagi pasangan calon bupati dan wakil bupati pserta Pilkada 2020 jika mematuhi protokol kesehatan dalam kampanye, itu sudah sesuai dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2020, PKPU Nomor 6 Tahun 2020 kemudian beberapa edaran Bawaslu RI terkait pengawasan protokol kesehatan," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Keerom, Natalia L Yonggom di Jayapura, Selasa.
Pelaksanaan protokol kesehatan dalam kampanye, menurut dia, Bawaslu akan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
Ketika ada salah satu pasangan calon melakukan kampanye tetapi kemudian tidak mentaati protokol kesehatan dimaksud maka ada keberatan dari Bawaslu kepada tim kampanye.
"Nah itu sesuai dengan PKPU maupun peraturan Bawaslu. Lalu dengan keberatan itu, Bawaslu akan merekomendasikan keberatan yang disampaikan kepada tim, jika tim langsung mengindahkan atau mengikuti saran Bawaslu maka dengan demikian maka kita tidak mengenakan sanksi apa-apa karena mereka langsung menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.
Tetapi, kata dia, kalau paslon sampai tidak mau dan tidak taat terhadap keberatan Bawaslu terkait protokol kesehatan yang tidak dilakukan maka Bawaslu akan merekomendasikan ke pihak kepolisian untuk melakukan pembubaran paksa.
Pembubaran paksa itu bukan keluar dari Bawaslu Keerom tetapi ada di PKPU Nomor 10 Tahun 2020 dan juga PKPU Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur tentang protokol kesehatan serta PKPU Nomor 12 Tahun 2020.
"Sanksinya, kalau tidak melaksanakan protokol kesehatan maka aparat kepolisian akan melakukan pembubaran paksa, sesuai dengan PKPU yang mengatur tentang masa kampanye dimasa pandemi ini," katanya.
Ia mengimbau kepada masyarakat yang nantinya hadir dalam masa kampanye dan mendukung pasangan calon tertentu diharapkan agar mengedepankan protokol kesehatan.
Masyarakat juga diharapkan tidak melakukan praktek politik uang sehingga pimpinan daerah yang nantinya terpilih pada 9 Desember mendatang, sesuai dengan amanah dan suara rakyat atau suara Tuhan.