Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa shock akibat COVID-19 jangan sampai menyebabkan kesejahteraan masyarakat merosot sehingga meskipun banyak yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) harus tetap terpenuhi kebutuhan pokoknya.
“Jangan sampai shock COVID-19 sebabkan masyarakat merosot kehidupannya dari sisi kesejahteraannya atau kalau mereka kehilangan pekerjaan mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menyatakan pemerintah langsung merancang landasan hukum agar dapat memberikan dukungan kepada masyarakat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jadi pertama untuk bisa dukung dengan APBN harus ada landasan hukum makanya Presiden mengeluarkan Perppu Nomor 1 yang sekarang menjadi UU Nomor 2,” ujarnya.
Ia menjelaskan setelah terbentuk landasan hukum tersebut, pemerintah langsung menyusun alokasi anggaran sebesar Rp695,2 triliun yang ditujukan kepada berbagai program dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Ia merinci program PEN fokus pada enam bidang yang meliputi kesehatan Rp97,26 triliun, perlindungan sosial Rp234,33 triliun, sektoral K/L dan Pemda Rp65,97 triliun, UMKM Rp114,81 triliun, pembiayaan korporasi Rp62,22 triliun, serta insentif usaha Rp120,6 triliun.
“Karena ini penyebab masalahnya COVID-19 ya pertama membuat pemerintah dan pemda untuk mampu menangani pandemi tersebut. Makanya alokasinya cukup besar untuk bidang kesehatan,” katanya.
Sri Mulyani menyatakan meski pemerintah mampu mengalokasikan anggaran sangat besar untuk mengatasi dampak pandemi terhadap masyarakat namun bukan berarti APBN tidak mengalami shock.
Di sisi lain, ia memastikan tekanan pada APBN karena pendapatan negara menurun akibat pembatasan orang dan barang itu tidak boleh menghancurkan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
“APBN yang dikelola pemerintah juga alami shock namun tidak boleh dibiarkan shock itu menghancurkan seluruh hal dari kesehatan, sosial, kegiatan pendidikan, UMKM dan ekonomi,” tegasnya.
Maka dari itu, Sri Mulyani mengatakan APBN harus bekerja keras hingga melebarkan defisitnya dari 3 persen menjadi 6,34 persen dalam rangka memenuhi kebutuhan belanja pemerintah untuk terus memberikan dukungan kepada masyarakat.
“Belanja-belanja itu penting bagi kita karena masyarakat tidak bisa menunggu. Itu peran penting APBN. Ini disebutkan melalui keuangan negara lah negara hadir pada saat rakyat hadapi kesusahan,” katanya.
“Jangan sampai shock COVID-19 sebabkan masyarakat merosot kehidupannya dari sisi kesejahteraannya atau kalau mereka kehilangan pekerjaan mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menyatakan pemerintah langsung merancang landasan hukum agar dapat memberikan dukungan kepada masyarakat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jadi pertama untuk bisa dukung dengan APBN harus ada landasan hukum makanya Presiden mengeluarkan Perppu Nomor 1 yang sekarang menjadi UU Nomor 2,” ujarnya.
Ia menjelaskan setelah terbentuk landasan hukum tersebut, pemerintah langsung menyusun alokasi anggaran sebesar Rp695,2 triliun yang ditujukan kepada berbagai program dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Ia merinci program PEN fokus pada enam bidang yang meliputi kesehatan Rp97,26 triliun, perlindungan sosial Rp234,33 triliun, sektoral K/L dan Pemda Rp65,97 triliun, UMKM Rp114,81 triliun, pembiayaan korporasi Rp62,22 triliun, serta insentif usaha Rp120,6 triliun.
“Karena ini penyebab masalahnya COVID-19 ya pertama membuat pemerintah dan pemda untuk mampu menangani pandemi tersebut. Makanya alokasinya cukup besar untuk bidang kesehatan,” katanya.
Sri Mulyani menyatakan meski pemerintah mampu mengalokasikan anggaran sangat besar untuk mengatasi dampak pandemi terhadap masyarakat namun bukan berarti APBN tidak mengalami shock.
Di sisi lain, ia memastikan tekanan pada APBN karena pendapatan negara menurun akibat pembatasan orang dan barang itu tidak boleh menghancurkan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
“APBN yang dikelola pemerintah juga alami shock namun tidak boleh dibiarkan shock itu menghancurkan seluruh hal dari kesehatan, sosial, kegiatan pendidikan, UMKM dan ekonomi,” tegasnya.
Maka dari itu, Sri Mulyani mengatakan APBN harus bekerja keras hingga melebarkan defisitnya dari 3 persen menjadi 6,34 persen dalam rangka memenuhi kebutuhan belanja pemerintah untuk terus memberikan dukungan kepada masyarakat.
“Belanja-belanja itu penting bagi kita karena masyarakat tidak bisa menunggu. Itu peran penting APBN. Ini disebutkan melalui keuangan negara lah negara hadir pada saat rakyat hadapi kesusahan,” katanya.