Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Gizi Klinis Luciana B. Sutanto mengingatkan orangtua untuk memperhatikan asupan nutrisi anak agar tidak kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan anemia.
“Kekurangan zat besi pada anak berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak. Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya bisa jadi permanen," kata Luciana dalam diskusi virtual, Kamis.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia, salah satunya disebabkan kekurangan gizi.
President of Indonesian Nutrition Association (INA) itu menjelaskan, hal ini dapat dicegah dengan memberikan makanan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, ayam, bayam, dan susu. Selain itu memberikan makanan yang mengandung vitamin C juga penting untuk mendukung penyerapan zat besi.
Dia menjelaskan isi makanan yang ideal dalam piring makan anak, yakni 35 persen lauk pauk seperti daging sapi, ayam, telur, ikan, tempe dan tahu, kemudian 35 persen makanan pokok seperti nasi, kentang, singkong, atau jagung dan sisanya sayur dan buah-buahan.
Defisiensi zat besi pada balita dapat menyebabkan anemia. Akibat jangka pendeknya meliputi perkembangan otak yang terhambat, risiko diare meningkat, perkembangan motorik dan koordinasi terganggu juga gangguan pola tidur.
Jika ini berlangsung lama, imunitas anak bisa menurun, begitu juga kemampuan kognitif dan performa edukasi dan kapasitas kerja. Aktivitas anak pun jadi terbatas.
Kebutuhan zat besi disesuaikan dengan usia seseorang dan biasanya semakin bertambah seiring pertambahan usia. Bayi hingga usia 6 bulan membutuhkan sekitar 0,27 miligram, usia 7-12 bulan kebutuhannya menjadi 11 miligram.
Lalu, anak berusia 1-3 tahun membutuhkan 7 miligram zat besi, usia 4-8 tahun kebutuhannya menjadi 10 miligram, dan saat usianya mencapai 9-13 tahun asupannya menjadi 8 miligram per hari.
Seseorang yang kekurangan zat besi sering merasa lelah, lemah, terlihat pucat, gelisah, mudah memar, tangan atau kaki menjadi dingin dan memiliki kuku rapuh dalam beberapa kasus.
Kondisi lain yang bisa terjadi saat seseorang kekurangan zat besi, anemia defisiensi besi. Kondisi ini bisa dialami bayi, wanita hamil dan remaja. Anak yang kekurangan zat besi tidak bertambah gemuk, sering sakit, pucat dan terlihat lelah.
Ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi, mak pembentukan sel darah merah baru akan terhambat.
“Kekurangan zat besi pada anak berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak. Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya bisa jadi permanen," kata Luciana dalam diskusi virtual, Kamis.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan satu dari tiga anak Indonesia berusia di bawah lima tahun tercatat mengalami anemia, salah satunya disebabkan kekurangan gizi.
President of Indonesian Nutrition Association (INA) itu menjelaskan, hal ini dapat dicegah dengan memberikan makanan yang kaya zat besi seperti daging merah, hati, ikan, ayam, bayam, dan susu. Selain itu memberikan makanan yang mengandung vitamin C juga penting untuk mendukung penyerapan zat besi.
Dia menjelaskan isi makanan yang ideal dalam piring makan anak, yakni 35 persen lauk pauk seperti daging sapi, ayam, telur, ikan, tempe dan tahu, kemudian 35 persen makanan pokok seperti nasi, kentang, singkong, atau jagung dan sisanya sayur dan buah-buahan.
Defisiensi zat besi pada balita dapat menyebabkan anemia. Akibat jangka pendeknya meliputi perkembangan otak yang terhambat, risiko diare meningkat, perkembangan motorik dan koordinasi terganggu juga gangguan pola tidur.
Jika ini berlangsung lama, imunitas anak bisa menurun, begitu juga kemampuan kognitif dan performa edukasi dan kapasitas kerja. Aktivitas anak pun jadi terbatas.
Kebutuhan zat besi disesuaikan dengan usia seseorang dan biasanya semakin bertambah seiring pertambahan usia. Bayi hingga usia 6 bulan membutuhkan sekitar 0,27 miligram, usia 7-12 bulan kebutuhannya menjadi 11 miligram.
Lalu, anak berusia 1-3 tahun membutuhkan 7 miligram zat besi, usia 4-8 tahun kebutuhannya menjadi 10 miligram, dan saat usianya mencapai 9-13 tahun asupannya menjadi 8 miligram per hari.
Seseorang yang kekurangan zat besi sering merasa lelah, lemah, terlihat pucat, gelisah, mudah memar, tangan atau kaki menjadi dingin dan memiliki kuku rapuh dalam beberapa kasus.
Kondisi lain yang bisa terjadi saat seseorang kekurangan zat besi, anemia defisiensi besi. Kondisi ini bisa dialami bayi, wanita hamil dan remaja. Anak yang kekurangan zat besi tidak bertambah gemuk, sering sakit, pucat dan terlihat lelah.
Ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi, mak pembentukan sel darah merah baru akan terhambat.