Jakarta (ANTARA) - Rabu sore sekitar pukul 16.30 WIB, pesan beruntun tak henti masuk dalam layar telepon seluler awak redaksi ANTARA. Seketika seluruh orang yang membaca tertunduk lemas dan tak bisa menyembunyikan kesedihannya saat mendengar kabar wartawan senior, Arnaz Ferial Firman, meninggal dunia.
"Innalillahi Innalillahi wa inailaihirojiun, telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak Arnaz Ferial Firman pada hari ini Rabu (17/3) pukul 10.00 WIB. Semoga Almarhum diampuni segala dosa dan diterima amal ibadahnya. Aamiin YRA," begitu bunyi pesan yang membuat dada kemudian terasa sesak.
Sosok almarhum memang begitu dicintai di keredaksian ANTARA. Meski terbilang senior, tanpa diminta ia selalu membimbing para pewarta muda untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, disiplin, telaten, dan tak boleh melakukan kekeliruan sekecil apapun.
Paling diingat bagi sebagian besar redaksi di ANTARA, Dia tidak segan menegur pewarta yang beritanya sedang ditangani apabila ada yang salah. Dia akan menghubungi sang wartawan di mana pun dia berada. Tegurannya kadang bicara panjang lebar, kadang hanya beberapa kalimat saja. Yang khas, dia selalu mengakhirinya dengan satu kata, "gombal".
Kata "gombal" akan keluar dari mulut almarhum saat mendengar pewarta mengumbar janji bahwa dia tak akan mengulangi kekeliruan atau kesalahannya lagi. Ia tahu bahwa kesalahan akan selalu memayungi setiap pewarta dan khitah setiap manusia adalah tak luput dari kesalahan.
"Beliau redaktur yang bersahaja dan dekat dengan junior-junior wartawan muda. Kenapa bersahaja? Karena dia pengalaman banyak, pengetahuan luas, tetapi kalau memberi koreksi atau nasihat tidak pernah dengan cara-cara yang arogan dan sombong, tetapi dengan cara-cara yang 'membumi'," kenang Genta Tenri Mawangi, pewarta desk Polhukam.
Begitu pula dengan yang dirasakan Kabiro ANTARA Jawa Barat, Zainal Abidin, yang pernah kena teguran Arnaz semasa menjadi pewarta di desk ekonomi. Zainal mengatakan setiap teguran yang disampaikan almarhum menjadi motivasi berlipat untuk terus memperbaiki setiap kekurangan.
Arnaz, bagi dia, bagai oase di tengah segala keterbatasan. Ia seperti mesin pencarian di kala kebingungan melanda setiap pewarta dalam merangkai kata demi kata, bait demi bait.
"Pak Arnaz sudah banyak mengajarkan kita yang juniornya bagaimana untuk meliput berita, membuat berita. Dan Pak Arnaz begitu detail, tentu kehilangan sosok yang besar, yang menjaga marwah jurnalistik ANTARA," kata dia.
Loyalitas dan Dedikasi
Arnaz Ferial Firman lahir di Bandung pada 2 Juni 1956. Ia bergabung di ANTARA sejak 1 Oktober 1982 dan mengakhiri masa baktinya hingga 2018.
Sebenarnya, Arnaz pewarta istana yang pernah menjalani tugas pada masa tiga presiden: Soeharto, KH Abdurrahman Wahid, dan Megawati Sukarnoputri itu mengakhiri masa purna pada 1 Juli 2012, akan tetapi segala jerih pemikirannya masih dibutuhkan ANTARA hingga diputuskan untuk tetap mengabdi hingga 2018.
Loyalitasnya terhadap ANTARA bukan menjadi hal yang patut dipertanyakan lagi. Ketika bekerja, ia kadang harus mondok di kantor lantaran keterbatasan fisiknya. Ia harus menjaga kesehatan namun tak bisa meninggalkan profesinya yang dicintainya itu.
Pernah suatu ketika saat Zainal Abidin mendapat tugas siaga di kantor. Ia melihat almarhum masih sibuk di meja redaksinya, padahal saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB dan Arnaz tidak tengah bertugas sebagai redaktur siaga.
Pun demikian apabila di pagi hari. Arnaz menjadi salah satu jurnalis yang selalu datang paling pagi dan kebiasaannya menyapa para pekerja malam yang hendak pulang.
"Jika ingin mengetahui apa itu dedikasi dan loyalitas, maka Arnaz adalah jawabannya," kata dia.
Bahkan pensiunan ANTARA Edy Supriatna Syafei menjulukinya sebagai kuncen. Menurutnya, Arnaz bisa mengendalikan operasional bidang keredaksian. Berita apa saja yang patut dilepas, berita mana yang harus ditahan. Semua itu dipahaminya dengan baik.
Di samping itu, Arnaz dianggap sebagai kunci yang mengetahui silsilah dan riwayat tempat ia mengabdi. Pun demikian dengan segala gejolak politik di ANTARA seiring dengan pergantian kekuasaan, Arnaz mungkin mengantongi itu. Namun ia lebih memilih untuk terus menjaga marwah ANTARA dan menyiapkan generasi-generasi yang akan meneruskan tongkat estafetnya.
Penjaga Marwah
Direktur Umum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat tak ragu menasbihkan Arnaz sebagai panutan. Selama bertahun-tahun sosok almarhum telah membangun pondasi bagi para pewarta muda agar memiliki jiwa ulet, tekun, dan disiplin.
Ia tak ragu untuk membimbing generasi baru yang nantinya akan menjadi penerus. Meidyatama yakin Arnaz pulang dengan senyum yang mengembang.
"Sebagai tokoh di ANTARA, Pak Arnaz bagai sebuah institusi tersendiri dalam Lembaga Kantor Berita Indonesia. Selama empat dekade dia membangun dan mengawal lembaga ini. Dan bagi kami kata 'panutan' adalah sebuah sinonim untuk Pak Arnaz," kata dia.
Jika ANTARA dikenal sebagai kantor berita yang menyuguhkan serta mendistribusikan berita dengan cepat, tepat, dan akurat, maka ucapan terima kasih pantas disematkan kepada Arnaz. Ia telah membentuk dan menjaga tradisi tersebut selama pengabdiannya di ANTARA, dan itulah pondasi yang telah ia bangunnya selama ini.
Cerita menarik kala Arnaz masih sebagai pewarta istana, seperti saat kegiatan pidato kenegaraan maupun jumpa pers presiden. Ia sudah mengantongi materi yang akan disampaikan presiden sehari sebelumnya, tentu ini menjadi sebuah keuntungan bagi ANTARA ketimbang media nasional lain.
"Seringkali jika saya dan Pak Arnaz meliput berdua di Istana. Saat narasumber memberikan jumpa pers dan acara belum selesai, serta Pak Arnaz sudah mendapat berita penting, dia langsung keluar ruangan untuk mengirim berita sambil berkata kepada saya, 'Gul saya kirim berita dulu. Kamu ikuti terus jumpa pers'," kata Ombudsman ANTARA Unggul Tri Ratomo berkisah.
Dengan segala dedikasi dan loyalitas yang ditunjukkan sosok Arnaz menjadi cerminan bagi kita semua, khususnya bagi pewarta muda. Bukan hanya loyal kepada perusahaan tempat dia bernaung, tetapi bertanggung jawab pada diri sendiri atas kepercayaan yang telah disematkan.
Selamat jalan sosok panutan, ANTARA akan selalu merindukanmu.
"Innalillahi Innalillahi wa inailaihirojiun, telah berpulang ke Rahmatullah, Bapak Arnaz Ferial Firman pada hari ini Rabu (17/3) pukul 10.00 WIB. Semoga Almarhum diampuni segala dosa dan diterima amal ibadahnya. Aamiin YRA," begitu bunyi pesan yang membuat dada kemudian terasa sesak.
Sosok almarhum memang begitu dicintai di keredaksian ANTARA. Meski terbilang senior, tanpa diminta ia selalu membimbing para pewarta muda untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, disiplin, telaten, dan tak boleh melakukan kekeliruan sekecil apapun.
Paling diingat bagi sebagian besar redaksi di ANTARA, Dia tidak segan menegur pewarta yang beritanya sedang ditangani apabila ada yang salah. Dia akan menghubungi sang wartawan di mana pun dia berada. Tegurannya kadang bicara panjang lebar, kadang hanya beberapa kalimat saja. Yang khas, dia selalu mengakhirinya dengan satu kata, "gombal".
Kata "gombal" akan keluar dari mulut almarhum saat mendengar pewarta mengumbar janji bahwa dia tak akan mengulangi kekeliruan atau kesalahannya lagi. Ia tahu bahwa kesalahan akan selalu memayungi setiap pewarta dan khitah setiap manusia adalah tak luput dari kesalahan.
"Beliau redaktur yang bersahaja dan dekat dengan junior-junior wartawan muda. Kenapa bersahaja? Karena dia pengalaman banyak, pengetahuan luas, tetapi kalau memberi koreksi atau nasihat tidak pernah dengan cara-cara yang arogan dan sombong, tetapi dengan cara-cara yang 'membumi'," kenang Genta Tenri Mawangi, pewarta desk Polhukam.
Begitu pula dengan yang dirasakan Kabiro ANTARA Jawa Barat, Zainal Abidin, yang pernah kena teguran Arnaz semasa menjadi pewarta di desk ekonomi. Zainal mengatakan setiap teguran yang disampaikan almarhum menjadi motivasi berlipat untuk terus memperbaiki setiap kekurangan.
Arnaz, bagi dia, bagai oase di tengah segala keterbatasan. Ia seperti mesin pencarian di kala kebingungan melanda setiap pewarta dalam merangkai kata demi kata, bait demi bait.
"Pak Arnaz sudah banyak mengajarkan kita yang juniornya bagaimana untuk meliput berita, membuat berita. Dan Pak Arnaz begitu detail, tentu kehilangan sosok yang besar, yang menjaga marwah jurnalistik ANTARA," kata dia.
Loyalitas dan Dedikasi
Arnaz Ferial Firman lahir di Bandung pada 2 Juni 1956. Ia bergabung di ANTARA sejak 1 Oktober 1982 dan mengakhiri masa baktinya hingga 2018.
Sebenarnya, Arnaz pewarta istana yang pernah menjalani tugas pada masa tiga presiden: Soeharto, KH Abdurrahman Wahid, dan Megawati Sukarnoputri itu mengakhiri masa purna pada 1 Juli 2012, akan tetapi segala jerih pemikirannya masih dibutuhkan ANTARA hingga diputuskan untuk tetap mengabdi hingga 2018.
Loyalitasnya terhadap ANTARA bukan menjadi hal yang patut dipertanyakan lagi. Ketika bekerja, ia kadang harus mondok di kantor lantaran keterbatasan fisiknya. Ia harus menjaga kesehatan namun tak bisa meninggalkan profesinya yang dicintainya itu.
Pernah suatu ketika saat Zainal Abidin mendapat tugas siaga di kantor. Ia melihat almarhum masih sibuk di meja redaksinya, padahal saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB dan Arnaz tidak tengah bertugas sebagai redaktur siaga.
Pun demikian apabila di pagi hari. Arnaz menjadi salah satu jurnalis yang selalu datang paling pagi dan kebiasaannya menyapa para pekerja malam yang hendak pulang.
"Jika ingin mengetahui apa itu dedikasi dan loyalitas, maka Arnaz adalah jawabannya," kata dia.
Bahkan pensiunan ANTARA Edy Supriatna Syafei menjulukinya sebagai kuncen. Menurutnya, Arnaz bisa mengendalikan operasional bidang keredaksian. Berita apa saja yang patut dilepas, berita mana yang harus ditahan. Semua itu dipahaminya dengan baik.
Di samping itu, Arnaz dianggap sebagai kunci yang mengetahui silsilah dan riwayat tempat ia mengabdi. Pun demikian dengan segala gejolak politik di ANTARA seiring dengan pergantian kekuasaan, Arnaz mungkin mengantongi itu. Namun ia lebih memilih untuk terus menjaga marwah ANTARA dan menyiapkan generasi-generasi yang akan meneruskan tongkat estafetnya.
Penjaga Marwah
Direktur Umum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat tak ragu menasbihkan Arnaz sebagai panutan. Selama bertahun-tahun sosok almarhum telah membangun pondasi bagi para pewarta muda agar memiliki jiwa ulet, tekun, dan disiplin.
Ia tak ragu untuk membimbing generasi baru yang nantinya akan menjadi penerus. Meidyatama yakin Arnaz pulang dengan senyum yang mengembang.
"Sebagai tokoh di ANTARA, Pak Arnaz bagai sebuah institusi tersendiri dalam Lembaga Kantor Berita Indonesia. Selama empat dekade dia membangun dan mengawal lembaga ini. Dan bagi kami kata 'panutan' adalah sebuah sinonim untuk Pak Arnaz," kata dia.
Jika ANTARA dikenal sebagai kantor berita yang menyuguhkan serta mendistribusikan berita dengan cepat, tepat, dan akurat, maka ucapan terima kasih pantas disematkan kepada Arnaz. Ia telah membentuk dan menjaga tradisi tersebut selama pengabdiannya di ANTARA, dan itulah pondasi yang telah ia bangunnya selama ini.
Cerita menarik kala Arnaz masih sebagai pewarta istana, seperti saat kegiatan pidato kenegaraan maupun jumpa pers presiden. Ia sudah mengantongi materi yang akan disampaikan presiden sehari sebelumnya, tentu ini menjadi sebuah keuntungan bagi ANTARA ketimbang media nasional lain.
"Seringkali jika saya dan Pak Arnaz meliput berdua di Istana. Saat narasumber memberikan jumpa pers dan acara belum selesai, serta Pak Arnaz sudah mendapat berita penting, dia langsung keluar ruangan untuk mengirim berita sambil berkata kepada saya, 'Gul saya kirim berita dulu. Kamu ikuti terus jumpa pers'," kata Ombudsman ANTARA Unggul Tri Ratomo berkisah.
Dengan segala dedikasi dan loyalitas yang ditunjukkan sosok Arnaz menjadi cerminan bagi kita semua, khususnya bagi pewarta muda. Bukan hanya loyal kepada perusahaan tempat dia bernaung, tetapi bertanggung jawab pada diri sendiri atas kepercayaan yang telah disematkan.
Selamat jalan sosok panutan, ANTARA akan selalu merindukanmu.