Jakarta (ANTARA) - Polda Metro Jaya mengatakan motif ekonomi menjadi pendorong bagi artis Cynthiara Alona menjadikan hotel miliknya sebagai lokasi prostitusi.
"Motifnya karena COVID-19, penghuni cukup sepi sehingga ada peluang agar operasional berjalan, ini yang terjadi, dengan menerima kasus-kasus perbuatan cabul di hotelnya, sehingga biaya operasional hotel bisa berjalan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat.
Yusri menjelaskan modus operandi bisnis prostitusi tersebut adalah menawarkan layanan PSK di bawah umur secara daring dengan menggunakan aplikasi MiChat.
Prostitusi daring ini mematok tarif mulai dari Rp400 ribu hingga Rp1 juta, uang tersebut kemudian dibagi secara merata, mulai dari joki, pemilik hotel, hingga kepada korbannya.
"Tarifnya melalui Michat Rp400 - Rp1 juta, dari sana dibagi2, ada yang Rp50 ribu, Rp100 ribu, hotelnya berapa, sampai korban menerima berapa," kata Yusri.
Polda Metro Jaya pada Selasa (16/3) sekitar pukul 23.30 WIB menggerebek Hotel Alona di Kreo, Kota Tangerang, lantaran diduga telah menyediakan layanan prostitusi.
Dalam penggerebekan tersebut polisi mengamankan total sebanyak 15 PSK di bawah umur. Mereka saat ini telah dititipkan ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) “Handayani” di Jakarta.
Polisi kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka atas perannya masing-masing. Ketiga tersangka tersebut saat ini telah ditahan di Polda Metro Jaya untuk menjalani proses hukum.
Tersangka pertama adalah Cynthiara sendiri atas perannya sebagai pemilik hotel dan mengetahui terjadinya praktik prostitusi di hotelnya.
Sedangkan tersangka kedua adalah DA yang berperan sebagai muncikari dan AA atas perannya sebagai pengelola hotel yang mengetahui terjadinya praktik prostitusi.
Ketiga tersangka ini telah resmi ditahan oleh pihak kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Para tersangka ini dijerat pasal berlapis, salah satunya adalah dengan UU No 88 tentang perubahan UU No 23 tentang perlindungan anak dengan ancaman 10 tahun penjara.
"Motifnya karena COVID-19, penghuni cukup sepi sehingga ada peluang agar operasional berjalan, ini yang terjadi, dengan menerima kasus-kasus perbuatan cabul di hotelnya, sehingga biaya operasional hotel bisa berjalan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat.
Yusri menjelaskan modus operandi bisnis prostitusi tersebut adalah menawarkan layanan PSK di bawah umur secara daring dengan menggunakan aplikasi MiChat.
Prostitusi daring ini mematok tarif mulai dari Rp400 ribu hingga Rp1 juta, uang tersebut kemudian dibagi secara merata, mulai dari joki, pemilik hotel, hingga kepada korbannya.
"Tarifnya melalui Michat Rp400 - Rp1 juta, dari sana dibagi2, ada yang Rp50 ribu, Rp100 ribu, hotelnya berapa, sampai korban menerima berapa," kata Yusri.
Polda Metro Jaya pada Selasa (16/3) sekitar pukul 23.30 WIB menggerebek Hotel Alona di Kreo, Kota Tangerang, lantaran diduga telah menyediakan layanan prostitusi.
Dalam penggerebekan tersebut polisi mengamankan total sebanyak 15 PSK di bawah umur. Mereka saat ini telah dititipkan ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) “Handayani” di Jakarta.
Polisi kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka atas perannya masing-masing. Ketiga tersangka tersebut saat ini telah ditahan di Polda Metro Jaya untuk menjalani proses hukum.
Tersangka pertama adalah Cynthiara sendiri atas perannya sebagai pemilik hotel dan mengetahui terjadinya praktik prostitusi di hotelnya.
Sedangkan tersangka kedua adalah DA yang berperan sebagai muncikari dan AA atas perannya sebagai pengelola hotel yang mengetahui terjadinya praktik prostitusi.
Ketiga tersangka ini telah resmi ditahan oleh pihak kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Para tersangka ini dijerat pasal berlapis, salah satunya adalah dengan UU No 88 tentang perubahan UU No 23 tentang perlindungan anak dengan ancaman 10 tahun penjara.