Jayapura (ANTARA) - Pihak PT PLN (Persero) menyebut keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Holtekamp dengan kapasitas 2x10 MW menambah dan melengkapi keandalan sistem kelistrikan di Jayapura.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat (UIWP2B) Abdul Farid di Jayapura, Rabu, mengatakan selain PLTA Orya, PLTU Holtekamp menjadi tambahan suplai daya untuk pelanggan di Jayapura dan sekitarnya.
"Sementara kini dengan beban puncak wilayah Jayapura yang mencapai 85 MW, mayoritas kebutuhan daya disuplai oleh PLTMG MPP Holtekamp 50 MW dan PLTMG Peaker Holtekamp 40 MW," katanya.
Menurut Farid, PLTU Holtekamp merupakan satu-satunya Pembangkit Listrik Tenaga Uap pada wilayahnya.
Sebelumnya, PLN siap optimalkan pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi bahan baku keperluan sektor konstruksi dan infrastruktur, bahkan pertanian.
Hal ini menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan beberapa negara lain hal ini bukanlah sesuatu yang baru dan mereka tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi.
Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sample-nya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan.
Beberapa Laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran. Beberapa pengujian toxicology-pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3.
Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat. PLN juga akan bekerja sama dengan banyak pihak, terutama UMKM untuk memanfaatkan lebih lanjut FABA yang telah dihasilkan sebagai limbah dalam proses produksi listrik.
“Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA hasil pembakaran di PLTU bisa dimanfaatkan dan hasilnya sangat menggembirakan. FABA bisa dimanfaatkan untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk,” ujarnya.
Misalnya, di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA sendiri telah berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin dari Kementerian LHK, PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving dan beton pracetak yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut.
“Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B,” katanya lagi.
Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.
Sepanjang tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur. Setelah tahun lalu membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako.
“Terbaru kami salurkan sebanyak 32.600 buah paving untuk renovasi masjid Darul Muttaqin, Desa Kaliaman, Kembang, Jepara,” ujarnya lagi.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat (UIWP2B) Abdul Farid di Jayapura, Rabu, mengatakan selain PLTA Orya, PLTU Holtekamp menjadi tambahan suplai daya untuk pelanggan di Jayapura dan sekitarnya.
"Sementara kini dengan beban puncak wilayah Jayapura yang mencapai 85 MW, mayoritas kebutuhan daya disuplai oleh PLTMG MPP Holtekamp 50 MW dan PLTMG Peaker Holtekamp 40 MW," katanya.
Menurut Farid, PLTU Holtekamp merupakan satu-satunya Pembangkit Listrik Tenaga Uap pada wilayahnya.
Sebelumnya, PLN siap optimalkan pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi bahan baku keperluan sektor konstruksi dan infrastruktur, bahkan pertanian.
Hal ini menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa, India dan beberapa negara lain hal ini bukanlah sesuatu yang baru dan mereka tidak memasukan FABA ke dalam kategori limbah B3,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi.
Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sample-nya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan.
Beberapa Laboratorium telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran. Beberapa pengujian toxicology-pun menunjukkan bahwa abu batu bara (FABA) yang diteliti dapat dikategorikan sebagai limbah tetapi bukan B3.
Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan dipenuhi sesuai standar dan ketentuan Nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut, terutama bagi masyarakat. PLN juga akan bekerja sama dengan banyak pihak, terutama UMKM untuk memanfaatkan lebih lanjut FABA yang telah dihasilkan sebagai limbah dalam proses produksi listrik.
“Kami telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar FABA hasil pembakaran di PLTU bisa dimanfaatkan dan hasilnya sangat menggembirakan. FABA bisa dimanfaatkan untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk,” ujarnya.
Misalnya, di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA sendiri telah berhasil menjadi berkah bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin dari Kementerian LHK, PLTU Tanjung Jati B menyulap FABA menjadi batako, paving dan beton pracetak yang digunakan untuk kegiatan CSR pembangunan rumah warga tidak mampu di sekitar pembangkit tersebut.
“Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B,” katanya lagi.
Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako yang menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.
Sepanjang tahun 2020, PLTU Tanjung Jati B telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari FABA untuk pembangunan infrastruktur. Setelah tahun lalu membukukan 15.241 paving dan 20.466 batako.
“Terbaru kami salurkan sebanyak 32.600 buah paving untuk renovasi masjid Darul Muttaqin, Desa Kaliaman, Kembang, Jepara,” ujarnya lagi.