Jayapura (ANTARA) - Gubernur Papua Lukas Enembe menyebut kesetaraan bukanlah sekedar tujuan, melainkan gagasan kemanusiaan yang senantiasa diperjuangkan.
"Gubernur Lukas Enembe menyebut persaudaraan bukanlah akhir tetapi awal dari rasa persatuan," kata Juru Bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus dalam siaran persnya di Jayapura, Rabu memperingati 53 tahun konvensi internasional penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial.
Menurut Rifai Darus, dalam peringatan tersebut diharapkan menjadi momentum bagi semua pihak untuk sadar bahwa hakikatnya semua manusia dalam garis derajat yang setara.
"53 tahun yang lalu negara-negara di dunia sepakat untuk menandatangani konvensi internasional penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial," ujarnya.
Dia menjelaskan perlahan namun pasti, banyak negara yang menjadi dewasa dalam menyikapinya, namun rasisme masih menjadi ancaman yang menakutkan.
"Tak terkecuali di Indonesia, potret diskiriminasi rasial masih terjadi di beberapa tempat dan utamanya ditujukan bagi masyarakat Papua," katanya lagi.
Dia menambahkan namun pada peringatan 53 tahun tersebut adalah momentum bagi semua untuk berkontemplasi menyadari bahwa hakikatnya seluruh manusia di bumi ini dalam garis derajat yang setara.
"Tidak ada yang disebut ras unggul, apalagi disebut ras tumpul, semua adalah sama dan semua layak hidup bersama sehingga mari singkirkan stereotip usang, dunia ini butuh rasa damai agar dapat berjalan menuju kemajuan,” ujarnya lagi.
"Gubernur Lukas Enembe menyebut persaudaraan bukanlah akhir tetapi awal dari rasa persatuan," kata Juru Bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus dalam siaran persnya di Jayapura, Rabu memperingati 53 tahun konvensi internasional penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial.
Menurut Rifai Darus, dalam peringatan tersebut diharapkan menjadi momentum bagi semua pihak untuk sadar bahwa hakikatnya semua manusia dalam garis derajat yang setara.
"53 tahun yang lalu negara-negara di dunia sepakat untuk menandatangani konvensi internasional penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial," ujarnya.
Dia menjelaskan perlahan namun pasti, banyak negara yang menjadi dewasa dalam menyikapinya, namun rasisme masih menjadi ancaman yang menakutkan.
"Tak terkecuali di Indonesia, potret diskiriminasi rasial masih terjadi di beberapa tempat dan utamanya ditujukan bagi masyarakat Papua," katanya lagi.
Dia menambahkan namun pada peringatan 53 tahun tersebut adalah momentum bagi semua untuk berkontemplasi menyadari bahwa hakikatnya seluruh manusia di bumi ini dalam garis derajat yang setara.
"Tidak ada yang disebut ras unggul, apalagi disebut ras tumpul, semua adalah sama dan semua layak hidup bersama sehingga mari singkirkan stereotip usang, dunia ini butuh rasa damai agar dapat berjalan menuju kemajuan,” ujarnya lagi.