Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI Anwar Hafid menyatakan besarnya alokasi anggaran Pemilu 2024 karena adanya rencana menaikkan honorarium petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
"Salah satu faktor besar anggaran itu karena adanya rencana menaikkan insentif panitia ad hoc penyelenggara Pemilu 2024," kata Anwar dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota komisioner KPU RI selalu ditanyakan bagaimana upaya komisioner untuk dapat menaikkan insentif panitia ad hoc.
Anggota Komisi II DPR itu mengatakan KPU terus melakukan rasionalisasi anggaran dari usulan awal sebesar Rp86 triliun.
"Pembicaraan masih dilakukan di tingkat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, di mana hampir semua fraksi setuju," ungkapnya.
Terkait besarnya anggaran, politisi Partai Demokrat itu menegaskan bahwa partainya menghargai mahalnya sebuah demokrasi.
Sebelumnya, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik menilai usulan pihaknya untuk menaikkan honorarium petugas KPPS dari Rp500 ribu menjadi Rp1 juta karena disesuaikan dengan beban kerja mereka.
Evi menjelaskan seharusnya upah kerja petugas KPPS diberikan sesuai beban kerja, waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaannya, bahkan tekanan yang didapatkan saat melakukan penghitungan suara.
"Waktu kerja mereka melewati waktu normal, bisa sampai tengah malam, dan tidak berhenti. Itu kan menjadi perkiraan kami (KPU RI). Kita harus bisa mengapresiasi dan memanusiakan petugas KPPS," kata Evi.
Hal senada disampaikan Ketua KPU RI Ilham Saputra yang menilai penaikan honorarium petugas KPPS ataupun badan ad hoc penyelenggara pemilu yang meliputi panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) masuk akal.
"Salah satu faktor besar anggaran itu karena adanya rencana menaikkan insentif panitia ad hoc penyelenggara Pemilu 2024," kata Anwar dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dalam uji kelayakan dan kepatutan calon anggota komisioner KPU RI selalu ditanyakan bagaimana upaya komisioner untuk dapat menaikkan insentif panitia ad hoc.
Anggota Komisi II DPR itu mengatakan KPU terus melakukan rasionalisasi anggaran dari usulan awal sebesar Rp86 triliun.
"Pembicaraan masih dilakukan di tingkat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, di mana hampir semua fraksi setuju," ungkapnya.
Terkait besarnya anggaran, politisi Partai Demokrat itu menegaskan bahwa partainya menghargai mahalnya sebuah demokrasi.
Sebelumnya, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik menilai usulan pihaknya untuk menaikkan honorarium petugas KPPS dari Rp500 ribu menjadi Rp1 juta karena disesuaikan dengan beban kerja mereka.
Evi menjelaskan seharusnya upah kerja petugas KPPS diberikan sesuai beban kerja, waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaannya, bahkan tekanan yang didapatkan saat melakukan penghitungan suara.
"Waktu kerja mereka melewati waktu normal, bisa sampai tengah malam, dan tidak berhenti. Itu kan menjadi perkiraan kami (KPU RI). Kita harus bisa mengapresiasi dan memanusiakan petugas KPPS," kata Evi.
Hal senada disampaikan Ketua KPU RI Ilham Saputra yang menilai penaikan honorarium petugas KPPS ataupun badan ad hoc penyelenggara pemilu yang meliputi panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) masuk akal.