Sentani (Antara Papua) - Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Roberth O Blake saat bertemu dengan sejumlah aktivis LSM Papua di Restauran Yougwa, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Selasa (19/1) malam, guna menanyakan informasi kekinian di bumi Cenderawasih.
"Pak Dubes ingin tahu situasi politik, pendidiak, dan kesehatan, lalu ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) terkini. Pertanyaan-pertanyaan seputar itu yang kemudian dijelaskan oleh kita semua yang bertemu dengan beliau," kata Sekretaris Eksekutif Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Papua Septer Manufandu di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa malam.
Berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan, kata dia, itu kemudian dijelaskan bahwa ada problem pendidikan, yakni buruknya pelayanan pendidikan dasar yang berkaitan dengan sistemnya, pelayanannya dan SDM yang mengelola pendidikan dasar, tentu tidak semua sama di Papua.
"Ada beberapa wilayah-wilayah yang tidak bisa dikontrol, tidak ada pelayanan, kemudian kualitas lulusan dari SD ke SMP, SMP ke SMA, dan SMA ke perguruan tinggi, itu menjadi soal. Ini yang kami jelaskan karena Dubes bertanya tentang situasi politik dan ekosob," katanya.
Kemudian, berkaitan dengan situasi kesehatan di Papua, pun sama. "Ada wilayah yang punya kemajuan kesehatan dan ada wilayah yang juga tidak punya kemajuan kesehatan, terutama wilayah yang sulit aksesnya," katanya.
Terkait dengan situasi politik atau kekerasan yang ditanyakan Dubes AS, lanjut Manufandu, pihaknya menjelaskan bahwa ada kecenderungan berubah.
"Kekerasan itu dulu atau penembakan itu terjadi di hutan-hutan dan itu terjadi pada generasi tua yang tinggal di hutan. Akan tetapi, sekarang penembakan itu terjadi di pusat-pusat kabupaten, dan itu terjadi pada pemuda-pemuda Papua," katanya.
Pertanyaanya kenapa ini sampai terjadi? Kalau pun tidak terjadi penembakan, ada kekerasan lain, tetapi tidak ada proses tindak lanjutnya dan kasus hilang begitu saja.
"Sebagai contoh kasus Paniai, walaupun Presiden Jokowi sudah menegaskan perlunya lakukan investigasi mendalam dan mengumumkan dalam mencari fakta hukumnya, kemudian tidak ada progresnya sampai hari ini, atau mungkin mereka masih kerja sampai hari ini. Ini pertanyaan-pertanyaan atau asumsi kami sampai hari ini terhadap kasus itu," katanya.
Di lain sisi, lanjut pria berkaca mata minus itu, terkait dengan kepemilikan hak ulayat yang menjadi persoalan hingga kini.
"Mereka bicara mengenai tanah dari masyarakat adat yang digunakan oleh investor. Banyak sekali tanah yang diklaim oleh perusahaan tanpa prosedur, konsultasi, atau mekanisme di tengah masyarakat adat, kemudian mereka gampang sekali mendapatkan izin dari pemerintah," katanya.
"Kalaupun ada masyarakat yang terlibat, tidak disampaikan positif dan negatifnya. Jadi, kemudian dalam perjalanannya masyarakat mengalami kerugian kehilangan tanah, bahkan dalam pelepasan adat itu tidak jelas dokumennya dan harganya murah sekali," tambahnya.
Selain itu, kata dia, Dubes AS juga menanyakan tentang gaung dialog damai.
"Pertanyaanya bagaimana dengan dialog, lalu kita bilang dialog itu cara bermartabat untuk menegosiasikan persoalan yang ada di Papua. Segala sesuatu harus didudukan secara bermartabat dan dicari solusinya bersama dan buat komitmen politik hidup bersama ke depan," katanya.
Dubes AS menanggapi bahwa dialog itu merupakan cara yang baik untuk menyelesaikan persoalan. Akan tetapi, tentunya harus ada penyamaan persepsi atau pandangan dalam konsep dialog.
"Apa pengertian dialog dari persepsi pemerintah dan pengertian dialog dari persepsi masyarakat. Sementara itu, tanggapan Dubes AS tentang ekosob itu di mana-mana sama, terutama Papua. Jadi, kemudian Dubes hanya mendengar dan akan betemu dengan pihak-pihak lain dan juga pemerintah dan dia akan bertanya tentang itu," katanya.
Sebelumnya, sejumlah tokoh Papua bertemu dengan Dubes Amerika Serikat Robert Blake yang dikemas dalam acara makan malam bersama di Restauran Yougwa, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Selasa malam.
Pantauan Antara di lapangan, tokoh Papua yang bertemu dengan Dubes AS itu diantaranya Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey, Ketua LSM Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Septer Manufandu, Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) Neles Tebay, dan Ketua Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Papua Yuliana Languwuyo. (*)