Jakarta (Antaranews Papua) - Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan ada kecenderungan keinginan di Papua untuk menggunakan dana otonomi khusus guna membiayai penyelenggaraan pemilihan ulang Pilkada.
"Di Papua kecenderungannya selalu pemikirannya bisa atau tidak menggunakan dana otsus untuk pilkada ulang," kata Sumarsono dalam diskusi bertajuk "Quo Vadis Dana Otsus Papua" yang diselenggarakan Lembaga strategis kemitraan pemerintah Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (Kompak) di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, umumnya dalam Pilkada Papua, pihak yang berkompetisi sangat siap untuk menang namun tidak siap untuk kalah. Akibatnya tidak jarang timbul keributan dalam Pilkada.
Persoalan biasanya dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Jika MK memutuskan pemilihan ulang, maka biaya satu TPS saja membutuhkan dana sedikitnya setengah miliar.
Biaya yang sangat mahal ini memberatkan, hingga muncul pemikiran untuk menanggulanginya dengan dana otsus.
Padahal, kata Sumarsono, dana otsus tidak diperuntukkan guna membiayai Pilkada, namun spesifik untuk pembiayaan kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli.
Dana otsus diperuntukkan untuk hal-hal menunjang daya hidup masyarakat Papua.
Menurut dia, diperlukan pembahasan mendalam terkait tata kelola dana otsus Papua yang akan berakhir tahun 2021.
"Apakah akan diperpanjang atau tidak. Namun berdasarkan evaluasi sementara, dana ini memiliki manfaat bagi rakyat Papua, sehingga arahnya akan diteruskan namun dengan reformulasi tata kelolanya," kata Sumarsono.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengusulkan dilakukan pengaturan rinci terkait alokasi dana otonomi khusus Papua melalui perubahan UU Otsus Papua.
"Pengaturan dan rincian arah kebijakan otsus, saya sarankan idealnya diatur dalam Undang-Undang Otsus," kata Djohermansyah dalam diskusi yang sama.
Mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri itu mengatakan dana otsus yang digelontorkan selama ini jumlahnya sudah puluhan triliun. Dengan uang yang sangat besar itu, faktanya dari segi indeks pembangunan manusia, tidak ada kenaikan signifikan di Papua.
"Papua tetap bertengger di papan bawah dari sisi pembangunan manusia. Begitu juga dari sisi kemiskinan," jelas dia.
Menurut dia, apabila persoalan ini dipelajari secara serius dan mendalam, terdapat persoalan besar pada politik kebijakan otonomi khusus Papua, termasuk banyaknya improvisasi dalam penggunaan dana otsus Papua hingga adanya aktor-aktor kepentingan di Papua.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar pengaturan detail mengenai dana otsus Papua dimasukkan dalam perundang-undangan.
"Kalau tidak, dana otsus habis tapi tetap tidak ada kemajuan signifikan. Kita sudah bisa membaca dari sekarang, harus ada langkah konkret segera," jelas dia.
Dia mengingatkan 2018 dan 2019 merupakan tahun politik dan tahun pemilu. Maka draf perubahan UU Otsus Papua harus segera dibahas, jika tidak maka waktu akan cepat menuju tahun 2020, sedangkan dana otsus Papua akan berakhir 2021.
"Berdasarkan pengaman, penyusunan draf itu membutuhkan waktu lama," jelas dia. (*)
Berita Terkait
Pemkot Jayapura sebut 50 persen ASN sudah laporkan SPT Pajak
Jumat, 29 Maret 2024 15:37
Pemkot Jayapura prioritaskan empat program pembangunan 2025
Jumat, 29 Maret 2024 15:36
Pemkab harap Paskah mampu tingkatkan spiritual umat Kristiani Jayapura
Jumat, 29 Maret 2024 15:34
Tokoh Adat ajak warga pupuk toleransi antar umat beragama di Tanah Papua
Jumat, 29 Maret 2024 15:33
PLN jual 1000 paket bahan pokok pasar murah di Nabire
Jumat, 29 Maret 2024 11:48
Perum Bulog Biak jamin stok beras kebutuhan lebaran terjamin aman
Jumat, 29 Maret 2024 11:46
Pertamina lakukan pemantauan SPBU di Kabupaten Nabire
Jumat, 29 Maret 2024 11:45
ANTARA berbagi takjil gratis bagi masyarakat Papua yang berpuasa
Jumat, 29 Maret 2024 9:43