Timika (Antaranews Papua) - Ribuan pendulang emas tradisional yang selama ini beroperasi di Kali Kabur (Sungai Aijkwa), area PT Freeport Indonesia, diharuskan menyetor 10 gram per minggu kepada Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB).
Hal itu terungkap saat pertemuan yang digelar di Kantor DPRD Mimika, Senin, guna membahas persoalan pendulangan emas liar di Kali Kabur itu.
Waka Polres Mimika Komisaris Polisi Arnolis Korowa mengatakan hingga kini terdapat ribuan warga baik asal Papua maupun non Papua menggantungkan hidup mereka dari aktivitas mendulang butiran emas di Kali Kabur.
Selama beberapa waktu terakhir, aparat kepolisian mulai menertibkan aktivitas pendulangan liar ini dengan melarang toko-toko emas di Timika membeli emas hasil dulangan dari para pendulang.
Kebijakan itu memicu kemarahan para pendulang emas dengan membakar ban di jalan-jalan utama di Kota Timika sejak Jumat (6/4) hingga Minggu (8/4).
Tidak itu saja, para pendulang juga merusak fasilitas umum seperti "traffic light" di beberapa perempatan jalan di Kota Timika.
Kompol Korowa mengatakan keputusan untuk menertibkan aktivitas pendulangan emas liar ini sudah dikaji sebelumnya.
"Ini bukan serta merta, tetapi sudah dibicarakan di tingkat Forkopimda Papua saat Plt Gubernur Papua (Mayjen TNI Purnawirawan Soedarmo) bersama Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih datang ke Timika," jelasnya.
Menurut Kompol Korowa, khusus area dataran tinggi mulai dari area Camp David dekat area pabrik pengolahan konsentrat PT Freeport hingga sekitar Mil 50, selama ini dikendalikan oleh KKSB.
"KKSB ini memberikan tempat bagi para pendulang. Setiap minggu mereka wajib menyetor 10 gram. Bisa dibayangkan kalau seribu orang pendulang harus setor 10 gram maka berapa keuntungan yang mereka dapatkan (harga emas di Timika sekitar Rp500-an ribu per gram)," ujar Korowa.
Sehubungan dengan itu, sejak beberapa waktu lalu aparat keamanan telah menutup total aktivitas pendulangan emas liar mulai dari kawasan Camp David hingga Utikini, Distrik Tembagapura.
"Ini yang harus kita putuskan. Aparat harus konsekuen untuk tidak boleh membuka ruang lagi bagi adanya pendulangan liar ini," kata Korowa.
Meski begitu, aparat masih memberikan ruang bagi para pendulang emas tradisional untuk melakukan aktivitas pendulangan di wilayah dataran rendah Mimika mulai dari Mil 50 ke bawah.
"Mungkin di area itu yang masih dimungkinkan karena ada ribuan orang menggantungkan hidup keliarga mereka dari aktivitas ini," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kompol Korowa menjelaskan alasan pihak kepolisian menutup tiga toko emas di Timika yang selama ini menerima dan menampung hasil dulangan dari para pendulang.
"Toko-toko itu yang mengakomodir semua, tidak hanya hasil dulangan dari para pendulang, tetapi juga emas hasil pencurian konsentrat di Portsite Amamapare dan pemotongan pipa konsentrat Freeport yang terjadi di sejumlah titik. Jadi, mereka itu (pemilik toko emas) bisa dikategorikan sebagai penadah," jelasnya.
Perwakilan warga pendulang, Johanis Wearbetu menilai kebijakan penertiban aktivitas pendulangan liar di area PT Freeport sangat merugikan masyarakat yang banyak sekali menggantungkan hidup dari usaha itu.
Penutuan toko emas di Timika sangat berdampak kepada perekonomian keluarga pendulang lantaran mereka tidak bisa menjual hasil dulangannya.
"Mengapa aparat keamanan melarang pembelian emas dari para pendulang. Toh yang dipersoalkan oleh aparat yaitu masalah pendulangan di area Tembagapura seperti di wilayah Utikini dan sekitarnya, bukan di area dataran rendah," kata Wearbetu.
Anggota DPRD Mimika Sony Kaparang meminta aparat keamanan meninjau kembali keputusan penertiban aktivitas pendulangan emas liar dan penutupan toko-toko emas di Timika.
"Kami sarankan agar aparat mencari tahu dan memproses hukum oknum pengusaha yang menampung emas hasil curian baik yang dicuri di pabrik penampungan konsentrat Freeport maupun yang memotong pipa konsentrat Freeport. Kalau semua ditertibkan tentu ini tidak adil," kata anggota Komsi C DPRD Mimika yang berasal dari Partai Gerindra itu. (*)
Pendulang emas tradisional Mimika setor hasil ke KKSB
KKSB ini memberikan tempat bagi para pendulang. Setiap minggu mereka wajib menyetor 10 gram. Bisa dibayangkan kalau seribu orang pendulang harus setor 10 gram maka berapa keuntungan yang mereka dapatkan (harga emas di Timika sekitar Rp500-an ribu per