Jayapura (Antaranews Papua) - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Papua meminta kejelasan dari pemerintah pusat mengenai hal pengelolaan hutan adat oleh masyarakat adat karena dinilai hal tersebut masih tidak jelas sehingga riskan berdampak pada masalah hukum.
Kepala ORI Perwakilan Papua Iwanggin Oliv Sabar, di Jayapura, Rabu, menyebut hal tersebut yang menyebabkan adanya penahanan terhadap 69 kontainer yang berisi kayu dari Kabupaten Nabire, di pelabuhan Jayapura.
"Ini mereka bermain di ranah abu-abu, kenapa bisa kayu itu tertangkap di Jayapura, seharusnya dari Nabire (sudah tertangkap). Tugas saya juga untuk mempertanyakan ini ke menteri," ujarnya.
Ia mengungkapkan Indonesia Sawmill and Wood Working association/Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (Iswa) Provinsi Papua pernah menyurat ke kementerian Kehutanan untuk memperjelas hak pengelolaan hutan adat, namun hingga kini hal tersebut belum mendapat jawaban.
Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua melalui Dinas Kehutanan bisa pro aktif agar masalah yang sama tidak akan terulang.
"Sampai sekarang surat itu belum direspon, saya pikir Dinas Kehutanan harus menindak lanjuti itu untuk kepentingan rakyat. Kalau tidak diusahakan jadinya begini (masalah hukum), ada hubungan sebab-akibat," katanya.
"Jadi Dinas kehutanan jangan membiarkan (masyarakat adat) bermain di ranah abu-abu, kerugian sendiri tentu diterima masyarakat Papua," sambungnya.
Iwanggin menegaskan hak untuk mengelola hutan adat memiliki dasar hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 21 tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Papua.