Jakarta (Antaranews Papua) - Jaksa Agung H. M. Prasetyo mengatakan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat tidak akan bisa diselesaikan siapa pun, baik pemerintahan atau pun jaksa agung serta Komnas HAM.
"Kita sudah berapa kali ganti jaksa agung ganti pemerintahan, kita realistis saja," katanya di Jakarta, Jumat.
Oleh karena itu, dia sejak ditunjuk menjadi jaksa agung menawarkan pendekatan non-yudisial atau rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
Proses non-yudisial, menurut dia, merupakan hal yang paling realistis dan demikian faktanya.
"Saya sering katakan bukan sekadar asumsi, testimoni, yang kita perlukan dalam perkara itu adalah bukti dan fakta tidak terbantahkan," katanya.
Terlebih lagi, kasus itu sudah sekian lama, mungkin pelakunya yang dituduh sudah tidak ada semua.
"Non-yudisial itu dibenarkan undang-undang serta ada kompensasi, Akan tetapi, 'kan itu bisa dibahas dibicarakan sejauh mana kemampuan negara," katanya.
Yang penting dari persoalan pelanggaran HAM berat, jangan sampai bangsa ini tersandera oleh berbagai macam tuduhan adanya pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ia menjelaskan perkara HAM berat itu tidak ada kedaluwarsanya, hingga setiap pemerintahan, jaksa agung atau anggota Komnas HAM nanti akan dipanggil kembali untuk mengungkapnya.
"Ini kapan selesai?" katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik meminta Pemerintah untuk segera memproses sembilan kasus pelanggaran HAM berat ke tingkat penyidikan oleh Kejaksaan.
"Komnas HAM sudah sering membahas (sembilan kasus pelanggaran HAM, Red) bersama Kejaksaan Agung dan Kemenkopolhukam," kata Taufan, ketika memberikan sambutan dalam peringatan 25 tahun Komnas HAM, di gedung Komnas HAM Jakarta, 9 Juli 2018.
Adapun kesembilan kasus tersebut adalah peristiwa 65, penembakan misterius, Talangsari, Semanggi 1 dan 2, juga kasus di Aceh dan Papua.