Beijing (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengangkat isu diskriminasi kelapa sawit Indonesia oleh sejumlah negara, terutama di Eropa, dalam Konferensi Forum Kerja Sama Internasional Prakarsa Sabuk Jalan (BRF) II di Beijing, Sabtu.
"Indonesia sebagai negara yang sekitar 16 juta warganya terlibat dalam perkebunan dan industri sawit terus menghadapi perlakuan diskriminatif," katanya saat berbicara pada Sesi III Pertemuan Meja Bundar Para Pemimpin BRF.
Ia menyayangkan perlakuan diskriminatif itu mengatasnamakan isu "sustainable palm oil". Padahal kelapa sawit telah memberikan kontribusi signifikan dalam pencapaian cita-cita pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia.
Kontribusi tersebut diperkuat data-data yang akurat. "Sayangnya, semua data tidak didengarkan. Diskriminasi terus dijalankan sehingga berpengaruh terhadap pencapaian SDGs Indonesia. Oleh karena itu, diskriminasi ini harus dilawan," tegas Kalla dalam forum yang dihadiri sekitar 40 pemimpin negara/pemerintahan, termasuk Presiden China Xi Jinping selaku tuan rumah sekaligus penggagas BRF itu.
Menurut Wapres, tidak ada satu pun negara yang bisa mencapai SDGs sendiri tanpa sinergi dan kerja sama dengan negara lain, termasuk melalui BRF. "Kerja sama harus bersifat 'national-driven' bukan donor atau 'loan-giver driven," ujarnya.
Kerja sama juga harus mempertimbangkan inklusivitas karena menurut Wapres dengan pertimbangan tersebut Prakarsa Sabuk Jalan dapat menyejahterakan setiap negara yang tergabung di dalamnya.
Demikian pula dengan peran swasta harus lebih banyak dilibatkan. "Dengan demikian proyek kerja sama tidak terlalu mengandalkan pada utang pemerintah," katanya.
Dalam forum tersebut, Wapres juga mengingatkan pentingnya kelestarian lingkungan yang merupakan bagian integral dari pencapaian SDGs.
Selain itu, yang lebih penting dalam kerja sama saling menguntungkan melalui BRF adalah kepemimpinan kolektif dan saling berbagi tanggung jawab.
"Me first policy tidak dapat diterapkan, jika kita ingin cita-cita SDGs terpenuhi. Disitu lah prinsip-prinsip multilateralisme diperlukan. Dunia akan melihat dan mencatat apakah janji dalam kerja sama 'Belt and Road' ini benar-benar akan membawa keuntungan bagi semua," kata Wapres memungkasi paparannya.
Permintaan kelapa sawit Indonesia di China terus meningkat. Pada 2016 China mengimpor kelapa sawit sebanyak 3,23 juta ton. Kemudian pada 2017 menjadi 3,27 ton. Pada 2018 China menyetujui penambahan impor 500 ribu ton kelapa sawit dari Indonesia.
Namun Komisi Eropa memutuskan penghentian impor kelapa sawit sebagai bahan bakar dengan alasan deforestasi.
Berita Terkait
Pemkab Keerom anggarkan Rp5 miliar untuk peremajaan kelapa sawit
Minggu, 16 Juli 2023 14:09
PT Tunas Sawa Erma A sediakan tempat penitipan anak bagi karyawan
Kamis, 4 Agustus 2022 19:24
TSE Group tata ulang strategi kebijakan NDPE
Rabu, 27 Oktober 2021 16:47
KPK mendorong perbaikan tata kelola perkebunan sawit di Papua Barat
Senin, 22 Februari 2021 12:29
Pemerintah akan berikan kemudahan sertifikasi kelapa sawit
Rabu, 10 Februari 2021 19:30
Ketum GAPKI: Kampanye hitam sawit sudah melewati batas
Kamis, 26 November 2020 13:22
KPK sita lahan kelapa sawit di Padang Lawas terkait kasus suap mangtan sekretaris MA Nurhadi
Rabu, 12 Agustus 2020 11:40
Karantina Pertanian Merauke fasilitasi ekspor minyak kelapa sawit
Rabu, 29 Juli 2020 18:28