Mimika (ANTARA) - Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan PT Freeport Indonesia (PTFI) akan memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan kapasitas hingga empat juta ton konsentrat tembaga per tahun di Gresik, Jawa Timur.
"Jadi smelter itu kan sekarang sudah ada (pembangunan) di Gresik untuk satu juta ton. Dan kita akan tambah lagi di Gresik sampai empat juta ton," kata Menteri BUMN Rini Soemarno di Tambang Grasberg bawah tanah, Mimika, Papua, Minggu.
PT Freeport Indonesia - yang kini 51 persen sahamnya dimiliki BUMN dan pemerintah daerah Papua - memang sedang membangun smelter di Gresik yang ditargetkan dapat beroperasi pada 2022. Hingga Februari 2019, progres pembangunan smelter Freeport baru mencapai 3,86 persen. Investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian itu sebesar 2,8 miliar dolar AS.
Rini berharap PT FI juga akan membangun smelter di Papua.
"Tentunya kami juga berharap, kami ingin bangun juga smelter di Papua," ujarnya.
Pembangunan smelter ini amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba).
Agar tidak mengekspor bahan mentah, perusahaan tambang diwajibkan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan.
Melalui tim pengawasan independen (independent verificator), pemerintah akan mengevaluasi progres pembangunan dalam rentan waktu enam bulan sekali. Jika tidak mencapai target yang telah ditentukan setiap enam bulan, maka izin ekspor perusahaan tersebut akan dicabut.
Di kesempatan terpisah, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan lahan untuk membangun smelter telah siap. Saat ini sedang dilakukan finalisasi Front End Engineering Design (FEED). Hingga awal tahun, proses pembangunan baru mencapai 3,86 persen karena belum memasuki tahap konstruksi. Namun, persentase itu masih sesuai rencana.
Menurut Tony, dalam tahap kurva S (rencana) seperti sekarang ini, proses pembangunan smelter memang belum terlihat signifikan. Namun begitu sudah masuk tahap konstruksi, progresnya akan lebih cepat.
Per akhir 2018, Indonesia secara sah memiliki 51 persen saham Freeport setelah BUMN PT Indonesia Asahan Analum (Inalum) menyepakati persetujuan penjualan dan pembelian (Sales Purchase Agreement/SPA) dengan Freeport Mcmoran Inc dan Rio Tinto.
Saat ini, menurut data PT Freeport Indonesia, kepemilikan PT Freeport Indonesia adalah 26,24 persen milik PT Inalum, 25 persen PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) dan 48,76 persen Freeport McMoran Inc.