Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendorong pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memetakan permasalahan yang dihadapi masyarakat saat melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi COVID-19.
"Jadi semestinya masalah dipetakan dulu, berapa Giga yang diperlukan (untuk PJJ daring). Berapa persen siswa atau guru yang butuh kuota dan berapa persen siswa atau guru yang butuh bantuan lain," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti melalui keterangan pers yang diperoleh ANTARA di Jakarta, Sabtu.
KPAI mengapresiasi keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk membantu PJJ secara daring dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp7,2 triliun untuk subsidi pulsa dan kuota internet bagi guru, dosen, siswa dan mahasiswa untuk 4 bulan ke depan.
Bantuan tersebut paling tidak dapat mengatasi salah satu masalah atau kendala yang dihadapi siswa atau guru selama mengikuti PJJ.
Meski demikian permasalahan terkait PJJ sejak awal pandemi bukan hanya masalah mahalnya tarif paket data, tetapi juga masalah ketiadaan gawai atau laptop dan akses internet yang terkendala di sejumlah daerah.
Ia mengatakan anggaran Rp7,2 triliun yang dialokasikan hanya untuk pemberian kuota internet mengundang pertanyaan bagi banyak pihak karena hanya menyelesaikan satu kendala.
Bantuan kuota tersebut, katanya, hanya ditujukan untuk anak-anak yang memiliki gawai dan akses sinyal yang tidak terkendala di wilayahnya.
Bagi anak-anak miskin dan anak-anak di pelosok yang tidak punya gawai dan susah sinyal, maka bantuan itu tidak bisa mereka nikmati. Kelompok tersebut hanya bisa dilayani secara luring, tetapi bantuan pemerintah untuk luring, katanya, tidak ada, sehingga kelompok anak-anak itu tetap tak terlayani selama PJJ.
Untuk itu, KPAI, katanya, mendorong pemerintah untuk memetakan permasalahan terlebih dahulu sehingga pemerintah dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan secara merata dan adil.
"Semestinya masalah dipetakan dulu. Dan padahal, jika data-data itu diminta ke semua sekolah, hanya dalam 3 hari saja bisa tersedia. Mengapa data tersebut tidak ada di Kemdikbud dan Dinas-dinas Pendidikan Daerah. Padahal sangat mudah mendapatkannya," ujarnya.
Cukup dengan melakukan rapat koordinasi secara daring, pemerintah, menurutnya, sudah dapat berkoordinasi secara daring dengan para pemangku kepentingan terkait secara berjenjang sehingga dapat menjaring masalah yang ada dan segera mencarikan solusinya.
Sementara itu, ia juga mengatakan bahwa layanan pembelajaran luar jaringan (luring) juga membutuhkan dukungan anggaran dari pemerintah.
"Jadi kalau ada pemetaan masalah dan kebutuhan yang jelas, maka anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk membantu membeli gadget bagi siswa atau guru yang tidak memiliki. Pasang alat penguat sinyal di daerah-daerah yang susah sinyal, dukungan transportasi untuk para guru kunjung dan dukungan penyiapan infrastruktur sekolah dalam menghadapi pembelajaran tatap muka," demikian kata Retno.
Berita Terkait
Bareskrim Polri ungkap kejahatan seksual anak melalui daring game "online"
Selasa, 30 November 2021 15:43
Seorang ibu adukan ke lembaga hukum karena dilarang bertemu dua anaknya
Selasa, 20 April 2021 10:36
Mengenal fenomena "fatherless" dan pentingnya peran ayah untuk anak
Rabu, 31 Maret 2021 9:55
Mendikbud Nadiem tegaskan PTM pada Januari 2021 didasarkan persyaratan ketat
Senin, 30 November 2020 14:22
Menteri PPPA: Jangan salah gunakan anak dalam kampanye pilkada serentak
Jumat, 11 September 2020 13:56
F gadis yang dibawa kabur alami beban psikologi jika bertemu dengan orang tua
Selasa, 25 Agustus 2020 5:57
Pemkab Sleman terima penghargaan KPAI atas komitmen dalam perlindungan anak
Rabu, 22 Juli 2020 16:59
KPAI dukung sekolah diliburkan guna batasi penularan wabah COVID-19
Sabtu, 14 Maret 2020 17:31