Mekkah (ANTARA) - Hasani Ahmad Said, namanya tak asing di kalangan pengkaji Al-Quran di Tanah Air. 

Pada usia belum genap 30 tahun ia telah dinobatkan sebagai doktor termuda, tercepat dan lulusan Terbaik Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga lulusan terbaik Pendidikan Kader Mufassir (PKM) Pusat Studi Al-Qur'an pimpinan Prof. Dr. M. Quraish Shihab pada 2010.

Dr. Hasani Ahmad Said, M.A., yang telah bergelar doktor dan menjadi dosen tetap di UIN Jakarta sejak tahun 2011 adalah seorang doktor terbaik yang mengampu mata kuliah Tafsir Ekonomi dan Studi Islam. 

Ia saat ini menjadi Anggota Dewan Pakar muda Pusat Studi Al-Quran dan dari lembaga ini juga ia dihadiahi Sandwich Program selama 3 bulan penelitian Post Doktoral ke Mesir, pada 2011.
Baca juga: Jamaah haji jual sawah untuk ke Mekkah

Beberapa penelitian ke berbagai negara juga dilakoni doktor yang saat ini telah di disetujui Kemenristek Dikti RI menjabat sebagai Lektor Kepala, dua atau tiga langkah lagi semoga bisa menuju Guru Besar.

Di antaranya penelitian tentang jaringan ulama Tafsir Nusantara ke 5 lima negara, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Singapura. Selain itu, Hasani juga pernah mengikuti sandwich program ke Universitas Jami'ah al-Mushthafa, Iran pada 2018.

Kemampuannya dalam menafsir al-Quran juga telah mengantarkannya sebagai pengampu mata kuliah Ilmu Al-Quran dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Langkahnya penuh inspirasi meskipun kerap kali jauh dari sorot kamera. Sebagai sosok anak muda, Hasani yang juga qori terbaik itu lebih memilih menghabiskan waktunya untuk diabdikan pada hal yang terkait bimbingan ibadah.

Baginya tak penting sangka dan penilaian orang atas dirinya namun faktanya, ketekunannya dalam mengkaji Al-Quran itu telah mengantarkannya pada ujung penantian umat Islam untuk menunaikan rukun Islam kelima yakni berhaji.

Ia tercatat telah beberapa kali menjadi pembimbing ibadah umrah dan haji termasuk dalam dua tahun terakhir. Tahun lalu pria kelahiran Cilegon 21 Februari 1982 itu memimpin Kloter 57 DKI Jakarta dimana ia bertanggung jawab atas 394 anggota jamaah.

Sementara tahun ini, suami dari Dokter Laeli Puspita Sari itu menjadi pembimbing ibadah haji khusus untuk mendampingi jamaah haji khusus menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.

Baca juga: Jual kebun karet untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah

Segudang karyanya mencerminkan betapa besar buah pikirannya mengenai Al-Quran. Ayah dari Nakhwa Haurajamila Elhasani dan Nahla Hania Elhasani itu menulis buku berjudul Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara, Studi Islam Kontemporer, Diskursus Munasabah Al-Quran dalam Tafsir Mishbah, Dekonstruksi Syariah: Mengagas Hukum Waris Perspektif Gender, hingga Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi debus dan maulid.

Ada lagi soal Mengenal Tafsir Nusantara: Melacak Mata Rantai Tafsir Dari Indonesia: Malaysia, Thailand, Singapura, Hingga Brunei Darussalam, serta Mengagas Munasabah Al-Quran: Peran dan Model Penafsiran.

Pandangan Orang

Hasani pernah berpikir sebagaimana banyak orang lain bilang bahwa untuk apa berkali-kali ke Tanah Suci sebaiknya sedekahkan saja uangnya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan.

Namun ada berbagai hal yang membuatnya kemudian bisa melihat persoalan lebih terang ketika ia mendampingi jamaah haji khusus tahun ini.

Hasani menemukan bahwa mereka yang mendapatkan kesempatan ke Tanah Suci mutlak merupakan panggilan dari Allah untuk menjadi tamunya sebagai duyuf al-Rahman (tamu Allah).

Dan umumnya mereka memiliki alasan tersendiri ketika kemudian harus berkali-kali memilih beribadah ke Tanah Suci.

Banyak dari mereka yang telah melampaui dari sekadar sedekah kepada fakir miskin dan memilih untuk mencari ridha Allah di Tanah Suci.

Hasani kemudian mengajak mereka yang menganggap orang yang berkali-kali ke Tanah Suci sebagai orang yang tidak peka untuk menyadari agar tetap berbaik sangka.

“Tidak semua yang kita anggap benar itu memang benar adanya dan tidak selalu yang berulang ke Tanah Suci itu hanya menebus dosa tanpa memedulikan nilai sosial,” katanya.

Hasani telah sampai pada titik bahwa haji bukan sekadar ibadah fisik melainkan bagaimana seseorang meningkat kualitas dirinya dari sisi kesalehan setelahnya. Bukan sekadar kesalehan secara pribadi namun juga sosial.

Kedewasaan Berpikir

Sosok seperti Hasani boleh jadi tak banyak di Tanah Air. Oleh karena itu, kehadirannya sangat diperlukan sebagai inspirasi menuju Indonesia Maju.

Ia perlu direplikasi agar lebih banyak anak muda tidak sekadar menghabiskan waktu yang tidak berguna namun memanfaatkan peluang untuk belajar.

Hasani tak pernah berhenti mengkaji bahkan salah satu hobinya adalah membaca dan menuliskan kembali tafsir dari segala sesuatu yang terlintas dalam benaknya.

Ia mengatakan siapapun bisa mewujudkan apa saja yang diinginkan sebagai cita-citanya asalkan bersungguh-sungguh dalam mencapainya.

"Proses tidak akan pernah mengkhianati hasil sebagaimana usaha tidak akan pernah berbohong ketika sampai pada tujuan akhirnya," ujarnya.

Ia menekankan pentingnya anak muda untuk belajar mendewasakan dirinya dengan membaca dan mengkaji literatur-literatur baik klasik maupun kontemporer.

Selain itu, beragama dengan santun juga akan mengantarkan siapapun ke tangga kehormatan yang penuh dengan penghargaan.

Sebagaimana Al-Qur'an telah mengantarkannya ke Tanah Suci berkali-kali, sesuatu yang menjadi impian Hasani di masa-masa lampau dan ia wujudkan kini.

Baca juga: Jamaah haji lansia ke Mekkah dari uang pensiunan guru

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019