Jakarta (ANTARA) - Kadin Indonesia bidang properti bersama-sama dengan asosiasi di bidang perumahan seperti REI (Realestat Indonesia), Himperra (Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat) dan PI (Pengembang Indonesia) menginginkan kepastian fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) akibat habisnya kuota sebelum tahun 2019 berakhir.

"Kami kasihan dengan pembeli rumah yang seharusnya bisa akad tahun ini, terpaksa ditunda karena tidak tersedianya FLPP," kata Ketua Komite Tetap Kadin Properti, Setyo Maharso di Jakarta, Selasa.

Setyo berharap Pemerintah dapat secepatnya mengeluarkan tambahan kuota FLPP untuk menjaga stabilitas industri properti Indonesia dan memastikan program sejuta rumah dapat tercapai di tahun 2019.

Hadir bersama Setyo Maharso, Hendro S. Gondokusumo (Wakil Ketua Umum Kadin Properti), Soelaeman Soemawinata (Ketua DPP REI), Herry Sulistyono (Wakil Sekjen DPP REI), Endang Kawidjaja (Ketua Umum Himperra), Barkah Hidayat (Ketua Umum Pengembang Indonesia) dan Joko Suranto (Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat) mewakili pengembang FLPP Indonesia.

“Kami sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini. Hal ini bisa mengancam keberlangsungan industri properti di Indonesia secara keseluruhan,” tegas Hendro S. Gondokusumo, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang properti.

“Banyak terjadi ketidakpastian usaha bagi pengembang perumahan FLPP. Kami sudah menyampaikan kepada pemerintah perihal kekurangan kuota ini sejak awal tahun 2019,” tambah Endang Kawidjaja, Ketua Umum Himperra.

“Sekitar 85 persen anggota PI adalah pengembang perumahan FLPP yang sangat rentan terhadap pergerakan pembiayaan konsumen. Jika pembiayaan terhambat maka akan ada efek ganda ke stakeholder lain yaitu perbankan, kontraktor, vendor dan akhirnya ke konsumen juga,” tambah Barkah Hidayat, Ketua Umum PI.

Herry Sulistyono berharap angka kuota FLPP tidak ditentukan sepihak oleh pemerintah namun berdasarkan data bersama seluruh organisasi.

“Kabar terakhir, surat dari kementerian PUPR telah sampai ke kementerian keuangan. Kami harapkan kementerian keuangan dapat secepatnya mengambil keputusan untuk mengeluarkan tambahan kuota FLPP tersebut paling tidak di akhir Agustus atau awal September,” ujar Barkah.

Setyo lebih jauh mengingatkan di belakang industri properti terdapat 174 industri ikutan yang juga mendorong perputaran roda perekonomian Indonesia mulai dari industri rumahan sampai industri berat.

“Jadi kondisi ini berbahaya jika dibiarkan tanpa ada solusi apa-apa,"ujar dia.

Joko Suranto, Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat menilai pemerintah terlalu banyak melakukan pengaturan hal-hal yang bersifat sangat teknis sehingga membuat gerak pengembang sangat sempit dan terbatas.

“Kami adalah pengembang, bukan kontraktor. Pengembang mempunyai konsep dan kapasitas untuk mengembangkan sesuatu dari yang tiada menjadi ada, dari yang tidak bernilai menjadi bernilai,” jelas dia.

Menurut dia pemerintah sebaiknya mengatur kebijakan saja di hulu, kami sebagai organisasi akan mengikuti kebijakan tersebut di hilir agar berjalan dengan baik.

"Di awal tahun, kami telah memberikan early warning kepada anggota kami bahwa kuota FLPP mengecil dan kondisi perekonomian secara umum masih berat agar semua bersiap-siap melakukan perencanaan dengan hati-hati,” tambah Joko.

Apalagi kami sebagai a​​​​nggota REI Jawa Barat merupakan wilayah penyumbang perumahan FLPP terbesar di Indonesia, tegasnya.

“Kami selalu mencari tahu sisa kuota FLPP yang ada di bank-bank di Jawa Barat dan 80 persen pembiayaan masih berasal dari BTN,” jelas Joko.

Joko menilai dengan kondisi yang sangat tidak menentu, seluruh pihak pasti waspada dan mencari strategi bertahan hidup masing-masing.

"Bagi pengembang, segala bentuk pembangunan baru pasti dihentikan. Sementara perbankan pasti memiliki exit strategy sendiri. Mungkin pihak perbankan akan mengembangkan produk baru yang mirip dengan FLPP walaupun tidak sama. Bagus jika bisa begini. Tujuannya agar bisa menjadi solusi bersama keluar dari permasalahan ini,” ujar Joko.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019