Roby menilai bahwa penyidik KPK seharusnya juga murni penyidik dari KPK, bukan dari penyidik Polri.
Jakarta (ANTARA) - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roby Arya Brata menyebut bila menjadi Komisioner KPK 2019-2023 maka lembaga yang dipimpinnya itu tidak akan mengusut perkara korupsi yang melibatkan personel kepolisian maupun kejaksaan.

"Ubah Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, karena ini terjadi ada kesalahan di UU 30/2002, apa kesalahannya? Karena KPK punya kewenangan menyidik korupsi di kepolisian dan kejaksaan. Kalau saya ke depan, KPK tidak lagi punya kewenangan untuk menyidik korupsi di kepolisian dan kejaksaan. Tidak lagi," kata Roby di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis.

Roby menyampaikan hal itu saat mengikuti uji publik seleksi Capim KPK 2019-2023 pada 27-29 Agustus 2019. Uji publik itu diikuti 20 capim, sehingga per hari, Pansel KPK melakukan wawancara terhadap 7 orang capim yang dilakukan bergantian selama satu jam.

"Kalau tetap ada kewenangan itu, yang terjadi adalah cicak versus buaya 1 sampai 3 karena KPK merangsek korupsi di Mabes Polri. Amati saja, begitu dirangsek cicak 1, cicak 2, cicak 3. Ke depan, diserahkan dengan lebih dulu diperkuat Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional) untuk menyidik korupsi, itu yang terjadi di Australia," ujar Roby.

Meski menolak untuk menyidik perkara korupsi kepolisian, Roby menilai bahwa penyidik KPK seharusnya juga murni penyidik dari KPK, bukan dari penyidik Polri.

"Penyidik pun, itu lucu ya, saya bicara komisioner di ICAC (Independent Commission Against Corruption) Hong Kong ya, kok penyidiknya tidak berhenti dari Polri? Nah, friksi penyidik Polri dan KPK pasti punya kepentingan, makanya harus dilepas kewenangan (menyidik Polri) dan diperkuat Kompolnas," ujar Roby.

"Pak Roby cukup berani. KPK kan sejarahnya dibuat dengan dasar asumsi institusi penegak hukum tidak memenuhi kapasitas baik dalam penanganan korupsi, oleh karena itu KPK dibentuk dalam menangani korupsi, tapi Pak Roby anggap tidak perlu KPK tangani korupsi Polri dan kejaksaan. Bagaimana?" tanya anggota panitia seleksi Al Araf.

"Kalau di Islam mudarat dan manfaat. Faktanya karena KPK punya kewenangan itu, KPK tidak bisa kerja. Tidak ada jaminan kasus cicak versus buaya tidak akan terjadi ke depan. Kalau KPK masih punya kewenangan untuk menyidik kasus korupsi di mabes (Polri), itu akan terjadi lagi, bukan menghilangkan kewenangan tapi memindahkan ke Kompolnas," kata Roby.
Baca juga: Koalisi: Pimpinan KPK akan menyurati Presiden masalah seleksi capim

Menurut Roby, melimpahkan kewenangan ke Kompolnas itu terjadi di Australia dan Hong Kong.

"Komisionernya mengatakan ke saya tadinya punya kewenangan, tapi tiap kali menyidik lalu 'fight back', akhirnya dikasih ke 'police commission', jadi bukan hal baru," ujar Roby pula.

"Tapi model penanganan korupsi beda-beda, beragam. Nah, dalam konteks itu saya ingin katakan, ikuti logika Pak Roby kita geser ke Kompolnas, Kompolnasnya bayangan Pak Roby independen kan? Bukan hanya menjadi tempat aduan, tapi juga investigasi. Lalu, ketika Kompolnas tangani korupsi di kepolsiian, terjadi lagi benturan konflik kepentingan, kita akan limpahkan kewenangan Kompolnas ke mana lagi?" tanya Al Araf.

"Kita akan desain sebaik-baiknya supaya meminimalkan konflik, kan beban kerja KPK jadi tidak banyak, KPK fokus korupsi lain," kata Roby.

"Itu bukan solusi menurut saya. Anda hanya memindahkan konflik," kata Al Araf lagi.
Baca juga: Roby Arya sebut visi KPK keliru

Panelis dalam uji publik tersebut terdiri atas pansel yaitu Yenti Garnasih, Indriyanto Senoadji, Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, Hamdi Moeloek dan Al Araf. Pansel juga mengundang dua panelis tamu yaitu sosiolog hukum Meutia Ghani-Rochman dan pengacara Luhut Pangaribuan.
Baca juga: Pansel capim KPK tidak akan penuhi undangan KPK

Dua puluh orang yang lolos seleksi "profile assesment". terdiri atas akademisi/dosen (3 orang), advokat (1 orang), pegawai BUMN (1 orang), jaksa (3 orang), pensiunan jaksa (1 orang), hakim (1 orang), anggota Polri (4 orang), auditor (1 orang), komisioner/pegawai KPK (2 orang), PNS (2 orang), dan penasihat menteri (1 orang).

Pansel Capim KPK akan menyerahkan 10 orang nama Capim KPK ke Presiden Joko Widodo pada 2 September 2019. Mereka nantinya akan dipilih Komisi III DPR untuk menjadi komisioner KPK 2019-2023.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019