Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara berharap keberadaan Ibu Kota Negara baru yang akan dibangun di wilayahnya tidak justru membuat warga setempat menjadi terpinggirkan.

"Kalau kami bisa membangun ibu kota tapi nanti sebagian masyarakat kami tersisihkan, ini jadi problem besar buat kami," kata Kepala Bagian Pembangunan Pemkab Penajam Paser Utara Nico Herlambang seusai melakukan audiensi dengan jajaran dosen dan peneliti UGM di Ruang Sidang Pimpinan UGM, Kamis.

Baca juga: Pemkab Penajam minta masukan UGM soal Ibu kota baru

Baca juga: 180.000 ASN siap-siap pindah ke Kaltim


Menurut dia, Penajam Paser Utara pada dasarnya siap 100 persen untuk ditetapkan menjadi bagian dari wilayah Ibu Kota Negara. Meski demikian, penetapan itu juga harus dipastikan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat setempat.

Perpindahan Ibu Kota Negara yang akan membawa serta sebanyak 800 ribu ASN dari Jakarta diharapkan tidak menggeser penduduk asli Penajam yang jumlahnya lebih sedikit mencapai 178 ribu orang.

"Kalau infrastruktur bagus, air bagus, bertetangga sama presiden, kami siap100 persen. Cuma, Presiden siap tidak bertetangga dengan kami yang petani. Masyarakat kami ini jangan sampai tersingkirkan," kata Nico.

Keterlibatan masyarakat Penajam dalam pemenuhan bahan pangan untuk ibu kota baru, menurut dia, juga harus menjadi prioritas. Hal itu juga mengingat posisi kawasan Penajam yang selama ini dikenal sebagai lumbung pangan di Kalimantan Timur.

"Jangan sampai nanti kotanya dipindah, pangannya yang nyiapin dari luar wilayah kami. Bisa saja dari luar wilayah kami, tapi penduduk kami jadi prioritas," kata Nico.

Oleh sebab itu, menurut dia, kedatangan perwakilan Pemkab Penajam Paser Utara ke UGM antara lain untuk meminta masukan bagaimana membangun kesiapan masyarakat Penajam menyambut kehadiran ibu kota negara baru di wilayah mereka. Berdasarkan pandangan dari para akademisi berbagai disiplin ilmu di UGM, kesiapan SDM setempat memang menjadi aspek paling fundamental menyongsong ibu kota baru.

Selain membangun kesiapan penduduk, menurut dia, masukan lain yang dibutuhkan dari para akademisi UGM juga mencakup kajian aspek pemanfaatan infrastruktur, zonasi tata ruang, hingga kesiapan pangan.

Baca juga: Kementerian PUPR berupaya sediakan air bersih ibu kota baru

Baca juga: Menteri LHK: KLHS ibu kota baru ditargetkan selesai November


Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama Fakultas Geografi UGM, Dyah Rahmawati Hizbaron mengatakan kajian akademik untuk pembangunan calon ibu kota baru di Penajam Paser Utara disiapkan secara multidisipliner.

Kajian itu mencakup kajian tata ruang, kajian neraca sumber daya air, kebutuhan sumber daya pangan. "Mengingat kabupaten ini memiliki 'livelihood' (penghidupan masyarakat) yang tidak bisa didatangi modernitas, barangkali perlu penyelarasan dari kajian humanisme bagaimana pola perubahan itu akan diterapkan," kata Dyah Rahmawati.

Sesuai rencana dari Pemerintah Pusat, dari total 180 ribu hektare yang disiapkan untuk pembangunan ibu kota baru, 40 ribu hektare yang diperuntukkan untuk pembangunan pusat ibu kota berlokasi di wilayah Penajam.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo di Istana negara telah mengumumkan bahwa ibu kota negara akan dipindahkan dari Jakarta ke sebagian wilayah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.

"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara karena sudah punya infrastruktur yang relatif lengkap dan pemerintah punya lahan seluas 180 ribu hektare," kata Presiden.

Selain itu, menurut Presiden, pemerintah memilih kedua daerah itu sebagai lokasi ibu kota yang baru karena risiko bencana minim.

Baca juga: Kemenhub nyatakan kesiapan sediakan kendaraan listrik di ibu kota baru

Baca juga: Pemindahan ibu kota diperkirakan sulit dikebut

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019