Jakarta (ANTARA) - Indonesia terutama lewat cabang olahraga balap sepeda pernah disegani di kawasan Asia karena prestasinya, namun seiring berjalannya waktu prestasi itu luntur dan saat ini upaya untuk mengembalikan kejayaan itu terus diupayakan.

Dulu, ada nama Hendrik Brocks, Sutiyono, Puspita Mustika, Nurhayati, Uyun Muzizah, Henry dan Hengky Setiawan, Suwandra, Tonton Susanto hingga pebalap yang lebih muda seperti Santia Tri Kusuma dan Risa Suseanty. Mereka berasal dari beberapa disiplin yaitu road race hingga downhill (MTB).

Untuk level Asia Tenggara, balap sepeda Indonesia sempat kembali berjaya di SEA Games 2011 dengan merebut 12 medali. Namun, dua tahun berselang prestasi itu tidak bisa diulang karena pada SEA Games 2013 di Myanmar hanya mampu mempersembahkan lima medali emas saja.

Menurunnya prestasi dibumbui dengan konflik internal Pengurus Besar Ikatan Sepeda Sport Indonesia (PB ISSI). Bahkan ada tiga kelompok yang mengklaim dan mengaku sah memimpin induk organisasi balap sepeda Indonesia. Kondisi ini benar-benar berdampak pada prestasi balap sepeda Indonesia.

SEA Games 2015 di Singapura bisa menjadi barometernya. Saat itu, persiapan masih ditangani PB ISSI di bawah pimpinan Edmond Simorangkir, namun saat pelaksanaan kejuaraan dua tahunan itu sudah ada Ketua PB ISSI baru yaitu Raja Sapta Oktohari yang terpilih melalui Musornas.

Hasilnya memang menyedihkan. Hanya satu emas yang bisa dibawa pulang ke Tanah Air lewat Robin Manullang yang turun di nomor Individual Time Trial (ITT). Pebalap asal Kalimantan Timur itu menyelesaikan balapan dengan catatan waktu 53 menit 55,41 detik.

"Emas ini untuk tim balap sepeda Indonesia. Biar tidak ricuh lagi. Ke depan supaya mereka bisa bersatu demi kemajuan balap sepeda Indonesia," kata Robin Manullang usai pengalungan medali kemenangan saat itu.

Harapan Robin Manullang yang saat ini masih aktif berlomba bersama PGN Road Cycling Team (PRCT) terkabul karena PB ISSI tidak ada kemelut lagi. Hasilnya prestasi kembali diraih meski dari disiplin yang berbeda yaitu BMX. Pada SEA Games 2017 lewat Elga Kharisma Novanda dan I Gusti Bagus Saputra dua emas bisa diraih.

Hasil di Malaysia benar-benar menjadi cambuk bagi pebalap Tanah Air karena satu tahun berikutnya Indonesia menjadi tuan rumah kejuaraan yang lebih bergengsi yaitu Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. Raihan prestasi terbaik ditargetkan oleh PB ISSI maupun masyarakat Indonesia.

Sebelum Asian Games berlangsung, prestasi juga ditorehkan oleh pebalap BMX putra Indonesia yaitu Rio Akbar yang dinobatkan sebagai juara Asia pada Asian BMX 2018 di Chai Nat, Thailand pada 27 Mei 2018.

Upaya keras PB ISSI di bawah pimpinan Raja Sapta Oktohari terus dilakukan. Tak ingin malu di rumah sendiri pria yang akrab dipanggil Okto itu bersama manajemen timnas langsung menyiapkan tim untuk semua disiplin yaitu road race, BMX, track dan MTB (cross country dan down hill).

Hasilnya dua medali emas diraih dari down hill. Adalah Khoiful Mukib dan Tiara Andini Prastika yang mampu mengibarkan bendera Merah Putih pada kejuaraan multi event empat tahunan paling bergengsi di Asia itu. Selain medali emas, kedua atlet tersebut diganjar bonus oleh pemerintah masing-masing Rp1,5 miliar.

Prestasi balap sepeda tidak terhenti di Asian Games. Pada Asian Para Games 2018 juga sukses mengantarkan Muhammad Fadly menjadi yang terbaik. Meski baru mengirimkan atlet untuk pertama kalinya pada kejuaraan tersebut, Indonesia pantas berbangga pada mantan atlet balap motor yang cukup ternama di Asia Tenggara itu.

Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games dan Asian Para Games 2018 benar-benar menjadi berkah bagi balap sepeda karena dengan kejuaraan bergengsi ini akhirnya memiliki velodrome yaitu Jakarta International Velodrome (JIV) Rawamangun, Jakarta. Dibangunnya velodrome ini diharapkan menjadi kebangkitan balap sepeda disiplin track Indonesia.

Memang banyak pebalap yang digembleng. Namun, ada satu pebalap yang prestasinya terus mengalami peningkagan pasca Asian Games 2018. Adalah Crismonita Dwi Putri. Gadis kelahiran Lamongan ini digadang-gadang menjadi sprinter terbaik Indonesia di level multi nasional.

Untuk kejuaraan single event, prestasi Crismonita bisa dibilang banyak mulai meraih emas di India, Thailand hingga Malaysia. Bahkan manajer timnas balap sepeda Indonesia Budi Saputra menyebut pebalap berusia 21 tahun ini adalah pebalap track terbaik yang dimiliki Asia Tenggara saat ini.

Bahkan, Crismonita menjadi satu-satunya pebalap Indonesia yang lolos ke Kejuaraan Dunia 2019 di Polandia. Meski belum meraih prestasi tertinggi, pebalap dengan spesialisasi nomor 500 meter time trial ini sudah merasakan ketatnya persaingan menghadapi pebalap putri top dunia.

Dengan prestasi yang terus menanjak, PB ISSI juga menaikkan target yang lebih tinggi. SEA Games yang selama ini menjadi andalan dinaikan ke Asian Games, Olimpiade maupun kejuaraan dunia. Untuk Olimpiade, Indonesia juga sukses mengirimkan satu atletnya yaitu Toni Syarifudin ke Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil.

"Untuk SEA Games 2019 kami berencana mengirim atlet lapis kedua. SEA Games kami jadikan sasaran antara demi meraih hasil lebih tinggi. Yang jelas proses regenerasi terus kami lalukan," kata Ketua Umum PB ISSI Raja Sapta Oktohari.

Menurut dia, PB ISSI tidak merendahkan level SEA Games, namun apa yang dilakukan demi meraih hasil terbaik untuk kejuaraan yang levelnya lebih tinggi. Apalagi pelakaanaan kejuaraan dua tahunan ini berdekatan dengan kejuaraan untuk mencari poin Olimpiade 2020 Tokyo, Jepang.

Demi merealisasikan target yang lebih tinggi, Okto kembali maju pada Musyawarah Nasional (Munas) PB ISSI di Bandung, Jumat (26/7) dan hasilnya pria yang juga seorang promotor tinju profesional ini terpilih secara aklamasi untuk memimpin federasi balap sepeda Indonesia itu hingga 2023.

Baca juga: Timnas di Tour d'Indonesia bukan tim yang disiapkan ke SEA Games 2019

Baca juga: Tour d'Indonesia 2020 akan tambah etape



Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2019