Sydney (ANTARA) - Australia menginstruksikan penyedia layanan internet untuk memblokir akses ke delapan situs yang masih menayangkan serangan mematikan di dua masjid di Selandia Baru awal tahun ini.

Seorang pria yang dilengkapi senjata semi-otomatis membantai para jamaah Shalat Jumat di Christchurch di South Island, Selandia Baru, pada 15 Maret, sehingga menewaskan 51 orang dalam penembakan massal paling sadis di negara tersebut. Pelaku menyiarkan secara langsung aksi kejinya di akun Facebook dan tayangan itu langsung menyebar luas.

Sebagian besar situs langsung menghapus tautan ke video tersebut, namun komisaris eSafety Australia, Julie Inman Grant, mengatakan pada Sabtu bahwa delapan situs lokal yang menentang permintaannya agar menghapus konten tersebut.

"Kami tidak dapat membiarkan bahan keji ini dimanfaatkan untuk mempromosikan, membangkitkan atau menginstruksikan aksi teroris lebih lanjut," kata Grant dalam satu pernyataan.

Pemblokiran delapan situs itu muncul di tengah upaya pemerintah Australia untuk menekan berbagi konten kekerasan secara daring.

Australia pada April mengesahkan undang-undang yang memungkinkan Canberra menjatuhkan denda kepada perusahaan media sosial hingga 10 persen dari omzet global tahunan mereka. UU itu juga dapat menjebloskan ke penjara para eksekutif hingga tiga tahun jika konten kekerasan tidak "langsung" dihapus.

Kini di Australia menjadi pelanggaran bagi perusahaan seperti Facebook Inc dan Google Alphabet Inc, pemilik situs berbagi video Youtube, untuk tidak menghapus video atau gambar apa pun yang menunjukkan pembunuhan, penyiksaan atau pemerkosaan segera.

Perusahaan-perusahaan itu juga harus menginformasikan kepada kepolisian Australia dalam jangka waktu "yang wajar".

Sumber: Reuters

Baca juga: Pelaku penembakan brutal Christchurch juga didakwa aksi terorisme

Baca juga: Pelaku pembantaian Christchurch mengaku tidak bersalah

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Chaidar Abdullah
Copyright © ANTARA 2019