Bagaimana mereka sebagai generasi penerus bisa bersaing, jika mereka sering sakit-sakitan. SDM unggul yang didambakan itu tidak akan tercapai
Jakarta (ANTARA) - Rahma (40) risau bukan kepalang, pasalnya anak bujang kesayangannya mengalami demam tinggi saat kabut asap yang diakibatkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melanda Pekanbaru,Riau.

Ia mengatakan anaknya yang berumur lima tahun tak sanggup menahan asap. Dokter mengatakan, Rayyan, nama anaknya, terserang infeksi saluran pernafasan atas atau ISPA. Hidung Rayyan berair, matanya merah, dan sakit tenggorokan.

"Tolonglah anak kami ini, entah ke mana kami harus membawanya pergi untuk mendapatkan udara bersih," ujar Rahma, akhir pekan lalu.

Ia mengaku tak tahu harus berbuat apa lagi. Asap karhutla menerobos masuk kamarnya melalui celah-celah pintu dan jendela. Untuk membeli alat pembersih udara, ia juga tak mampu karena suaminya hanya bekerja sebagai tenaga honorer.

Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan tingkat indeks standar pencemaran udara (ISPU) pada 13 September mencapai 353 atau berbahaya. Kabut asap sudah melanda Pekanbaru sejak satu bulan terakhir, namun yang memprihatinkan baru beberapa hari terakhir.

Pihak Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru sudah meliburkan kegiatan belajar mengajar. Langkah itu juga disusul sejumlah dinas pendidikan lainnya di Provinsi Riau.

Baca juga: Hadapi asap karhutla, Disdikbud Paser minta pelajar gunakan masker

Meski demikian, sejumlah wali murid meminta pemerintah untuk tegas menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan. Hal itu dikarenakan kebakaran hutan dan lahan terus terjadi setiap tahun.

"Kami libur dari asap baru dua tahun terakhir, dan ini kembali lagi," kata seorang wali murid, Wiwit.

Ia mengatakan meski Dinas Pendidikan sudah meliburkan siswa, bukan berarti anaknya bisa duduk diam di rumah saja.

Wiwit menyebut anak semata wayangnya itu tidak bisa sekolah karena asap karhutla, tapi anaknya tidak bisa sekolah dan belajar karena asap.

Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan adanya kabut asap telah merampas sejumlah hak anak dan mengganggu tumbuh kembang anak.

"Pemerintah harus mengambil langkah tegas dan menindak pelaku, karena kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan tumbuh anak terganggu dan juga merampas hak anak untuk belajar, bermain, hingga untuk sehat," kata dia.

Padahal, setiap anak berhak mendapatan haknya untuk berkembang menjadi sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Tumbuh kembang anak juga terganggu dikarenakan penyakit yang diakibatkan kabut asap karhutla. Anak menjadi sering sakit.

"Bagaimana mereka sebagai generasi penerus bisa bersaing, jika mereka sering sakit-sakitan. SDM unggul yang didambakan itu tidak akan tercapai. Ini harus mendapatkan perhatian dari pemerintah karena bagaimanapun mempunyai pengaruh terhadap daya saing bangsa," imbuh Giwo.

                                                       Penurunan kecerdasan
Dokter spesialis anak, Dr dr Tubagus Rahmat Sentika SpA MARS, mengatakan kebakaran hutan dan lahan menimbulkan polusi udara yang membahayakan tubuh.

Hal itu dikarenakan karbon yang dihasilkan kebakaran hutan bersenyawa dengan oksigen dan dihirup oleh tubuh.

"Udara yang penuh dengan zat karbon akan mengendap pada saluran nafas, dampaknya sesak nafas. Terutama jika polusi udara melebihi ambang batas," ucap dia.

Untuk itu, saat terjadi kabut asap, diharapkan masyarakat ke luar rumah menggunakan masker.

Kelompok masyarakat yang rentan terkena dampak kabut asap adalah ibu hamil dan anak-anak.Jika indeks pencemaran udara mencapai level berbahaya maka diharapkan masyarakat tidak beraktivitas di luar ruangan.

"Hati-hati jika angka ISPU melebihi angka 100 atau tidak sehat, maka harus menggunakan masker. Sekarang sudah di kisaran 200 hingga 600, dan sudah banyak masyarakat ke rumah sakit karena ISPA," kata dia.

Baca juga: Orangtua murid desak pemerintah liburan sekolah di Kapuas Hulu

Gejala ISPA dimulai dari hidung lalu ke rongga mulut, berlanjut ke bagian tenggorokan hingga paru-paru.

Rahmat meminta masyarakat berhati-hati jika sudah sampai paru-paru. Untuk menghindarinya, perlu mandi tiga hingga empat kali sehari, dan pergi ke ruangan yang tidak terkena pencemaran udara.

Rahmat menjelaskan kabut asap juga mempunyai pengaruh pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan anak di wilayah terdampak kabut asap karhutla akan terganggu jika tidak mendapatkan asupan gizi yang baik, serta infeksi berulang. Infeksi berulang bisa disebabkan oleh ISPA. Bisa jadi, dampaknya tidak cepat tetapi dalam jangka panjang berbahaya anak akan mengalami sakit-sakitan.

Untuk perkembangan anak juga mengalami gangguan, terutama kecerdasan anak. Hal itu dikarenakan perkembangan otak terganggu, yang aman otak saat baru lahir hanya 25 persen, naik menjadi 86 persen pada umur tiga tahun, dan enam tahun 96 persen. Maka, setelah berusia enam tahun, otak tidak mengalami pertumbuhan lagi.

"Anak-anak yang berusia enam tahun ke bawah harus hati-hati saat kabut asap, karena bisa mengakibatkan gangguan kecerdasan," kata Rahmat memperingati.

Gangguan kecerdasan diakibatkan polusi udara mengganggu perkembangan syaraf yang ada di otak.

Oleh karena itu, Rahmat mengingatkan para orang tua yang tinggal di wilayah terdampak kabut asap untuk mengawasi tumbuh kembang anak-anaknya.

"Kami berharap hujan segera turun dan kebakaran hutan segera padam. Ke depan, tata kelola hutan harus lebih baik lagi agar tak berdampak pada kesehatan masyarakat dan generasi penerus," imbuh dia.

                                                                            Libur
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta guru untuk memberikan bimbingan kepada siswa selama diliburkan pada kabut asap karhutla.

"Kami minta guru untuk memberi bimbingan pada siswa selama diliburkan, karena proses belajar mengajar tidak boleh terhenti," kata dia.

Untuk itu, Mendikbud meminta para guru mengatur dan melakukan improvisasi dalam mengajar agar proses belajar mengajar tetap berjalan meski tidak hadir di sekolah.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu, juga meminta siswa untuk tidak ke sekolah, jika kabut asap membahayakan. Sekolah juga diminta untuk memantau kegiatan belajar anak-anak di lingkungan rumah.

"Kalau membahayakan jangan ke sekolah, tapi tetap belajar karena belajar tidak harus di sekolah. Maka dari itu harus ada bimbingan dari rumah," imbuh Mendikbud Muhadjir.

Kabut asap karhutla di Riau mulai terjadi sejak 1997. Sejak saat itu, provinsi itu memiliki "musim" baru, yakni kabut asap. Hal itu berdampak pada prestasi daerah.

Data hasil Olimpiade Sains Nasional (OSN) yang diselenggarakan Kemendikbud untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menunjukkan tren perolehan medali dari tim Riau mengalami penurunan. Pada OSN 2019 di Manado, tim Riau menempati peringkat kesembilan dengan perolehan sembilan medali.

Pada OSN 2018 di Padang, Riau menempati peringkat tujuh dengan 21 medali. Pada OSN 2017 di Pekanbaru, Riau menempati peringkat lima dengan 27 medali, sedangkan pada OSN 2016 di Palembang, Riau menempati posisi enam dengan 20 medali.

Baca juga: Asap makin tebal, polisi Pekanbaru minta pengendara nyalakan lampu
Baca juga: ISPU di Pekanbaru capai 123 berbahaya sekolah diliburkan hingga Minggu

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019