Kupang (ANTARA) - Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do mengatakan bahwa salah satu penyebab sulitnya air bersih di kabupaten itu karena memang minimnya daerah tangkapan air.

"Salah satu penyebab sulitnya air bersih di daerah ini karena minimnya daerah resapan, akibat semakin meluasnya pemanfaatan lahan oleh penduduk di kabupaten ini," katanya saat dihubungi ANTARA dari Kupang, Selasa (22/10).

Hal ini disampaikannya berkaitan dengan masalah air bersih di daerah itu yang menurut dia sudah menipis akibat musim kemarau.

Baca juga: Bendungan Lambo tetap akan dibangun di Nagekeo

Baca juga: 28 pelari bantu galang dana untuk bangun fasilitas air bersih Nagekeo


Ia menekankan bahwa masalah air bersih ini memang sudah sangat meresahkan di kabupaten itu, sebab sejak Juni 2019 hingga saat ini kekeringan terus meluas, bahkan ada dua desa di dua kecamatan yang mengalami kekeringan esktrem.

"Banyak yang memasang instalasi air di mata air yang semu. Artinya bahwa mata air yang bisa menipis airnya saat musim kemarau, sebab ada banyak mata air yang tetap ada airnya walaupun musim kemarau melanda," tambah dia.

Disamping minimnya daerah tangkapan air karena hutannya yang terus ditebang, masalah lain juga adalah adanya pembakaran lahan saat pembukaan kebun baru.

Hal seperti itu kata dia, justru merugikan banyak pihak, tidak hanya menimbulkan asap yang mengganggu kesehatan, tetapi juga tentu saja meningkatkan intensitas panas.

Belum lagi bahaya terbakarnya lahan yang lain, akibat merembet dari kawasan lahan yang dibakar oleh petani atau warga.

"Oleh karena itu kami juga mengimbau agar masyarakat menghentikan pembukaan lahan dengan cara membakar, karena memang sangat berbahaya," tutur dia.

Berbagai cara kata dia saat ini terus dilakukan di masa pemerintahannya untuk mengatasi masalah air bersih di daerah itu.

Salah satunya adalah bekerja sama dengan perusahaan Belanda dalam hal fasilitas air bersih dan bor air, serta adanya bantuan dari Plan Indonesia.

Baca juga: Warga di Kabupaten Nagekeo menderita krisis air bersih

 

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019