Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR DPR Lily Asjudiredja mendesak para menteri termasuk Meneg BUMN untuk mengeluarkan surat edaran yang melarang para eselon I dan para direksi BUMN merangkap jabatan di perusahaan negara, dengan tujuan agar mereka berkonsentrasi penuh pada bidang pekerjaannya dan jabatan di BUMN dapat diisi oleg figur lain yang memiliki waktu penuh dan profesional. Ketika diminta tanggapan tentang rangkap jabatan di sejumlah BUMN dan anak perusahaan, diJakarta, Jumat, Lily meminta dilakukan penataan ulang terhadap rangkap jabatan bagi pejabat BUMN termasuk yayasan-yayasan yang dikelolanya untuk menjaga profesionalisme perusahaan. "Rangkap jabatan di anak perusahaan pun hanya menimbulkan benturan kepentingan di perusahaan publik yang berdampak jalannya perusahaan tidak profesional," katanya. Larangan rangkap jabatan tidak hanya berlaku untuk pejabat pemerintahan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tapi juga pejabat BUMN di anak perusahaannya. Sebab, perangkapan jabatan tidak menjamin akan meningkatkan perhatian yang memadai dari pejabat yang ditunjuk. "Perusahaan BUMN dituntut untuk melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik dan transparan (good corporate governance). Oleh karena itu, dia harus konsentrasi pada bidangnya, tidak boleh bercabang. Kalau ada direksi BUMN yang merangkap jadi pembina di anak perusahaan, dapat dipastikan tidak akan bisa berperan maksimal," ujarnya. Secara terpisah, mantan Ketua DPD Serikat Karyawan Telkom Bandung Firdaus Zaim mengatakan, penurunan perolehan laba semester I 2008 PT Telkom hendaknya menjadi refleksi jajaran direksi dan komisaris BUMN itu berpijak profesionalisme dan kapasitas cukup menghadapi situasi dinamis di sektor telekomunikasi dan anak-anak usahanya. "Dunia telekomunikasi 'high technologi dan high risk', sedikit saja terjadi salah pengelolaan bisa membuat rapuh di level bawahnya" katanya. Seperti diketahui, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) berhasil membukukan laba bersih semester I 2008 sebesar Rp6,29 triliun atau menurun dibanding semester I 2007 sebesar Rp12,47 triliun. Pada kuartal kedua tahun ini, pendapatan usaha BUMN telekomunikasi itu hanya Rp 30,18 triliun atau naik cuma 5,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 28,51 triliun. Rendahnya pendapatan usaha ini membuat laba bersih Telkom hanya sebesar Rp 6,3 triliun atau turun 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 6,6 triliun. Penurunan juga terjadi pada margin pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA), dari 64% pada kuartal kedua 2007 menjadi 60% pada kuartal kedua tahun ini. Firdaus Zaim yang berkecimpung 20 tahun di bidang pengawasan Telkom menilai, pangkal merosotnya kinerja Telkom, terkait dengan pengelolaan Telkom yang mestinya bertumpu pada pengalaman, pengetahuan dan integritas memajukan perusahaan. Disarankannnya, agar pengelolaan BUMN andalan seperti Telkom, Pertamina, Garuda, dilakukan secara professional, pengelolaannya diserahkan saja pada suatu holding yang langsung dibawahi oleh Depkeu. dengan holding BUMN yang langsung di bawah Menkeu, maka BUMN seperti PT Telkom, Pertamina, PLN, Garuda, akan dapat dikelola secara profesional, maksimal, efisien dan mampu bersaing dengan perusahaan lain. "Jadi Depkeu yang langsung mengatur soal penyertaan saham, sementara soal-soal strategis bisa diserahkan pada departemen teknis," ujarnya. Direktur Utama Telkom Rinaldi Firmansyah beberapa waktu lalu mengungkapkan, belum maksimalnya kinerja perusahaannya di kuartal kedua ini karena anak usahanya, Telkomsel, tidak lagi bekerja sedahsyat seperti tahun-tahun sebelumnya. Telkomsel yang sebelumnya dominan menjadi kontributor utama bagi pendapatan Telkom, pada kuartal kedua ini hanya menyumbang 7% untuk total pendapatan usaha Telkom atau sebesar Rp 778 miliar. "Ini karena regulasi baru yang menurunkan biaya interkoneksi. Jadi, meskipun ada pertambahan sekitar lima juta pelanggan baru oleh Telkomsel tidak mampu menahan turunnya pendapatan seluler," kata Rinaldi saat menjelaskan kinerja Telkom belum lama ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008