Jakarta (ANTARA) - Pejabat di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan keberadaan Indonesia di persimpangan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik berperan menentukan iklim dunia.

"Bagaimana kita mengetahui fenomena interaksi antara samudera dan atmosfer, ini menjadi pengetahuan yang sangat penting untuk melihat iklim," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Nugroho Dwi Hananto di Jakarta, Senin.

Keberadaan Indonesia tadi, kata dia, dapat dimanfaatkan untuk anomali iklim, seperti musim panas, namun intensitas hujan masih tinggi maupun sebaliknya musim hujan yang juga banyak panas, El Nino maupun La Nina.

"Secara teknis kira-kira demikian keberadaan Indonesia yang turut menentukan iklim dunia," katanya.

Baca juga: "Siak Hijau", sumbangsih Indonesia kurangi perubahan iklim dunia

Menurut dia, penelitian yang dilakukan LIPI di Perairan Selatan Jawa, Selat Bali hingga ke Selat Makasar pada 18 hingga 25 Desember akan berguna bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Apalagi, katanya, hingga kini pemerintah melalui LIPI belum memiliki data akurat terkait adanya El Nino dan La Nina serta perubahan iklim. Sehingga, perlu penelitian mendalam untuk mengetahui apa saja pengaruh Indonesia yang diapit dua samudera tersebut.

Riset tentang prediksi iklim bisa saja dilakukan menggunakan teknologi satelit, hanya saja tidak begitu akurat jika dibandingkan penelitian laut dengan mengambil data real di lapangan, katanya.

Baca juga: Menteri LHK: Indonesia berperan jaga lingkungan dunia

Penelitan yang dilakukan LIPI dimulai dari Jakarta mengarungi Samudera Hindia hingga ke Banyuwangi. Kemudian, pada etape kedua lanjut menuju Selat Makassar dan kembali ke Jawa.

Riset tersebut, katanya, juga akan menggali interaksi samudera dan atmosfer yang penting untuk memperluas horizon pengetahuan Indonesia tentang pergaruh dinamika samudera dan atmosfer yang memengaruhi pola cuaca dan iklim Indonesia.

Baca juga: 147 pemimpin dunia hadiri pertemuan iklim di Paris

Penelitian tersebut akan memakan waktu selama 37 hari di laut lepas. Setelah itu, dilanjutkan pengolahan data, work shop dan lain sebagainya yang diperkirakan membutuhkan waktu satu hingga dua tahun.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019