"Sebaiknya pemilunya itu memisahkan antara pemilu serentak nasional, presiden, DPR, DPD dengan pemilu serentak lokal DPR, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten dan kota," kata Syamsuddin Haris, di Jakarta, Kamis.
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan sebaiknya pemilihan umum serentak tingkat nasional dan lokal waktu penyelenggaraannya dipisahkan.

"Sebaiknya pemilunya itu memisahkan antara pemilu serentak nasional, presiden, DPR, DPD dengan pemilu serentak lokal DPR, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten dan kota," kata Syamsuddin Haris, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bawaslu-Unhas gelar seminar nasional bahas evaluasi Pemilu 2019

Pemilu serentak lokal digelar dua setengah tahun atau 30 bulan sesudah pemilu serentak nasional, sehingga memiliki jeda penyelenggaraan yang lebih baik dalam mengevaluasi setiap gelaran pemilu untuk melakukan perbaikan untuk penyelenggaraan berikutnya.

"Dengan demikian setiap dua setengah tahun kita mengevaluasi, menilai kembali hasil pemilu lokal pada saat pemilu nasional, dan sebaliknya, mengevaluasi menilai kembali hasil pemilu supaya pemimpin-pemimpin hasil pemilu lebih akuntabel," kata dia.

Menggelar pemilu serentak hanya setiap lima tahunan, menurut dia, masanya terlampau panjang, ditambah lagi dengan pemilihan umum serentak yang digabungkan keseluruhannya akan membuat semuanya bertumpuk.
Baca juga: Presiden jelaskan evaluasi untuk Pemilu yang lebih baik

Kemudian, untuk Pemilu 2024 yang akan serentak menyelenggarakan pemilihan, menurut dia, tetap dapat dilakukan serentak, namun harus memikirkan skema terbaik agar tidak terlalu banyak model surat suara yang harus dicoblos pemilih.

"Tetap serentak, yang diubah itu skemanya atau modelnya, jangan lagi pemilu serentak lima kotak, terlalu bertumpuk," ujarnya pula.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019