Jakarta (ANTARA News) - Pebulutangkis nasional, Taufik Hidayat, menginginkan atlet pelatihan nasional (pelatnas) mempunyai suara dan hak untuk mengikuti musyawarah nasional Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (Munas PB PBSI). Pasalnya, dalam Munas PB PBSI adalah untuk memilih Ketua Umum yang nantinya akan mengurusi atlet. Dengan begitu, menurut dia, atlet sudah seharusnya mempunyai wakil dan berhak menyuarakan dalam munas itu dengan harapan ganjalan yang terpendam selama ini bisa terungkap, sehingga pengurus yang baru bisa mencarikan solusinya. "Permintaan atlet memiliki suara dalam munas itu baru merupakan usulan. Namun, apakah diterima atau tidak tergantung persetujuan anggota dalam munas nantinya, karena semua aturan di tubuh PB PBSI sudah ada dalam AD/ART," ujar Taufik. Untuk itu, katanya, semua yang ada dalam naungan PBSI harus tunduk dalam AD/ART yang ada. Bila begitu adanya, menurut dia, maka tata tertib dalam kepengurusan berjalan lancar sesuai harapan para atlet bulutangkis di tanah air. Pada kesempatan itu pula sebagai atlet senior yang sudah melanglang buana dievent dunia dan Olimpiade mengharapkan, hendaknya semua figur yang akan tampil di Munas PB PBSI tidak menyamakan dengan ajang politik. Pasalnya, sejak zaman Pak Try Soetrisno hingga Sutiyoso baru kali ajang munas diramaikan dengan spanduk dan pamflet-pamflet. Dengan begitu, dunia olahraga sudah didramatisir oleh orang-orang politik yang ingin memanfaatkan PBSI sebagai jembatan politiknya. Untuk itu, ia berharap, agar suasana yang ramai, seperti itu tidak terulang kembali. Dengan harapan Munas PB PBSI nantinya berjalan kondusif penuh satu persatuan yang bulat dalam memajukan dunia bulutangkis nasional. Karena, ia menambahkan, jalannya munas nanti tidak lain adalah memilih Ketua Umum yang bijak dan mampu mengangkat prestasi atlet bulutangkis terus berjaya diajang dunia, karena sebagai pengurus itu bukan cari kehidupan di PBSI, namun sebaliknya mampu memberikan yang terbaik bagi peningkatan prestasi atlet hingga mencapai puncak dunia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008