"Saya tidak mengambil atau menyimpan uang sebanyak itu, dan semua program kegiatan di desa berjalan sesuai rencana," kata Tukiman dalam persidangan di Ambon, Rabu.
Ambon (ANTARA) - Kades Tihuwana, Kecamatan Seram Utara di Kabupaten Maluku Tengah, Tukiman, terdakwa dugaan tindak pidana korupsi dana desa dan ADD 2015-2016 kaget dengan nilai kerugian keuangan negara yang mencapai Rp300 juta lebih.

"Saya tidak mengambil atau menyimpan uang sebanyak itu, dan semua program kegiatan di desa berjalan sesuai rencana," kata Tukiman dalam persidangan di Ambon, Rabu.

Pengakuan Tukiman disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Tipikor Ambon Christina Tetelepta didampingi RA Didi Ismiatun dan Herry Leliantono selaku hakim anggota dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Baca juga: Kejari Magetan tangani dugaan korupsi dana Desa Baleasri

Terdakwa juga mengaku tidak membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan DD dan ADD, termasuk menyusun rencana anggaran belanja (RAB) karena semuanya ditangani oleh staf Kantor Kecamatan bernama Agus.

Seluruh bukti kuitansi atau nota belanja material seperti semen, besi, kayu, dan batu telah diserahkan kepada Agus, namun dalam laporan pertanggungjawabannya dibuat kuitansi berdasarkan harga barang yang ada dalam RAB.

Dia justru mengaku ada sebagian anggaran tersebut dipakai untuk kegiatan di luar RAB DD dan ADD, seperti membeli bahan bakar bensin, membantu warga yang sakit, atau sumbangan untuk perayaan hari besar agama Islam.

Terdakwa juga membantah uang DD dan ADD dipegang dan dikelolanya, namun majelis hakim membacakan BAP JPU yang menyatakan ada perjanjian terdakwa dengan Santoso selaku Bendahara bahwa uang tersebut disimpan di rumah terdakwa karena aman-aman saja.
Baca juga: Dirkrimsus Polda Papua selidiki korupsi dana desa di lima kabupaten

Sejumlah saksi dalam persidangan sebelumnya juga mengaku menerima uang dari terdakwa tidak sesuai yang tertera dalam kuitansi dan laporan pertanggungjawaban penggunaan DD dan ADD 2015-2016.

Saksi Tumiran mengaku hanya menerima dana sekitar Rp8 jutaan, padahal di kuitansinya mencapai Rp16 juta, sama halnya dengan saksi Lastri yang membantah menerima Rp6 juta sesuai kuitansi untuk pembelian kayu.

JPU Kacabjari Masohi, di Wahai, Aser Orno mengatakan, terdakwa diduga telah melakukan penggelembungan anggaran dalam pengelolaan DD dan ADD 2015 dan 2016 untuk pembelian sejumlah material, sehingga total anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan menjadi temuan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300 juta lebih.
Baca juga: Saksi korupsi dana desa di Maluku hanya terima dana bergulir Rp5 juta

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020