Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan perkara karena diyakini terbukti menyuap Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia Risyanto Suanda sebesar 30 ribu dolar AS (sekitar Rp419 juta) untuk mendapat persetujuan impor hasil perikanan.

"Kami Penuntut Umum menuntut majelis hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, satu, menyatakan terdakwa Mujib Mustofa telah bersalah secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Mohamad Nur Azis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

"Dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mujib Mustofa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," sambung dia.

Dalam tuntutannya itu, JPU KPK menyatakan ada beberapa pertimbangan yang memberatkan Mujib, seperti tidak mendukung program pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Selain itu, JPU KPK juga melihat hal yang meringankan seperti terdakwa menyesali perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga.

Baca juga: Pengusaha suap dirut Perum Perikanan Indonesia 30 ribu dolar AS

Mujib Mustofa diyakini terbukti melakukan perbuatan yang melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mujib diyakini terbukti memberi uang sebesar 30 ribu dolar AS kepada Risyanto Suanda selaku Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia terkait dengan penunjukan dirinya untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan berupa 'frozen pacific mackarel/scomber japonicu' milik Perum Perikanan Indonesia.

PT Navy Arsa Sejahtera adalah perusahaan di bidang ekspor-impor dan perdagangan ikan darat maupun laut sedangkan Perum Perikanan Indonesia adalah BUMN yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa tambat labuh, penyelenggaraan penyaluran benih ikan, pakan, usaha budi daya perdagangan ikan dan produk perikanan serta lainnya.

Pada Januari 2019, Mujib melalui Iwan Pahlevi menemui Risyanto Suanda untuk membicarakan peluang kerja sama antara perusahaannya dengan Perum Perikanan Indonesia. Setelah itu, Muji pun intensif berkomunikasi dengan Risyanto Suanda untuk membahas peluang izin impor "frozen pacific makarel" tahun 2019.

Pada Juli 2019, Mujib meminta Risyanto Suanda supaya memberikan kebijakan impor ikan dengan 'shipment' periode Mei 2019 via Surabaya dan Semarang agar mendapat keringanan dalam pemberian margin keuntungan bagi Perum Perikanan Indonesia dari awalnya Rp1000 per kilogram menjadi Rp500 per kilogram, namun hal itu tidak disetujui Risyanto.

Pada 30 Juli 2019, Perum Perikanan Indonesia mendapat rekomendasi pemasukan hasil perikanan "frozen pacific mackarel" sebanyak 500 ton dari permohonan 2.000 ton.

Terhadap tuntutan tersebut, Mujib akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada pekan depan.

"Untuk memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa menyampaikan nota pembelaannya, sidang hari ini mundur sampai dengan hari Senin tanggal 17 Februari 2020," ujar Ketua Majelis Hakim Iim Nurohim.

Baca juga: KPK jelaskan Konstruksi perkara suap kuota impor ikan

Baca juga: KPK tetapkan Dirut Perum Perikanan Indonesia sebagai tersangka

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020