Jakarta (ANTARA) - Kanker paru menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia seiring ditemukannya penderita di bawah usia 40 tahun padahal perjalanan kanker setidaknya membutuhkan waktu 10 tahun.

Mengapa anak muda bisa terkena kanker paru?

Dokter spesialis paru dari rumah sakit Persahabatan, Jakarta Dr. Elisna Syahruddin menyoroti fenomena "third hand smoker" atau perokok ketiga. Mereka ini sejak kecil sudah terpapar asap rokok sehingga berisiko lebih cepat terkena kanker paru.

"Zaman dulu kan mesti dewasa dulu, kerja dulu baru merokok. Jadi usia 20 tahun merokok, sekitar 10 sampai 20 tahun kankernya baru muncul. (Sekarang) yang ketemu paling muda usia 14 tahun tetapi sangat jarang," kata dia di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, menurut Elisna, paparan bahan rokok yang menempel pada tubuh perokok lalu terhirup anak di sekitarnya juga bisa menjadi penyebab munculnya perokok ketiga.

Mengapa rokok bisa sebabkan kanker?

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. dr. Agus Dwi Susanto menjelaskan, pada rokok konvensional, faktor penyebab kanker ada didalam komponen tar. Komponen ini memiliki 50-60 persen bahan yang sifatnya karsinogen seperti nitrosamin, formaldehida, benzopiren.

"Penyebab kanker artinya kalau bahan tersebut dikonsumsi secara terus menerus maka akan mengubah sel yang normal menjadi tidak normal yang akhirnya menjadi kanker. Butuh waktu beberapa tahun bahan tersebut bisa berdampak menjadi kanker," jelas dia.

Bahan-bahan karsinogen tersebut juga ditemukan di rokok elektronik atau vape. Hasil riset menujukkan, pada tikus yang terekspos vape, hampir 70-80 persen timbul kanker di parunya.

Masih ada risiko terkena kanker paru setelah berhenti merokok?

Agus mengatakan, risiko seseorang yang berhenti merokok memiliki kanker paru seperti orang yang tidak merokok, terjadi bila dia berhenti merokok minimal 15 tahun.

"Nah, apakah orang yang tidak merokok tidak memiliki risiko kanker paru? Tentu tidak. Seperti saya, tidak merokok tetap memiliki risiko kanker paru, tapi sedikit," kata dia.

Menurut penelitian, pada mantan perokok, ada sel-sel yang sebelumnya terinduksi jadi kanker. Perlahan, seiring waktu sel-sel normal akan lebih banyak daripada yang terinduksi, sehingga dalam waktu sekian puluh tahun, sel akan normal.

"Semua orang punya risiko, tapi orang yang merokok risikonya lebih tinggi delapan kali lipat. Berenti merokok memperkecil kemungkinan atau faktor risiko itu," tegas Agus.

Benarkah kanker paru sulit didiagnosis?

Elisna menuturkan, paru-paru manusia luas sehingga tumor ukuran bola pingpong terkadang tak terdeteksi. Gejala semisal sesak napas muncul biasanya jika ada kondisi lanjutan semisal munculnya cairan di paru.

"80 persen yang datang ke rumah sakit, kanker parunya sudah stadium lanjut atau IV," tutur dia.

Adakah skrining untuk paru?

Menurut Elisna, tak seperti kanker lainnya, saat ini belum ada skrining untuk kanker paru.

Baca juga: Para pesohor dengan riwayat kanker sepanjang 2019

Baca juga: Serat dan yogurt bantu turunkan risiko kena kanker paru

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020