Solo (ANTARA News) - Penegakan hukum dan perlindungan cagar budaya di Indonesia masih lemah, terbukti dengan masih banyaknya bangunan-bangunan cagar budaya yang dialihfungsikan dengan dalih pembangunan.

Kondisi itu terutama disebabkan karena konsep pemanfaatan kawasan cagar budaya (KCB) masih belum dipahami masyarakat secara luas, kata Direktur Purbakala Drs Suroso, M.Hum pada Workshop Jaringan Kota Pusaka Indonesia di Balai Tawangarum Kompleks Perkantoran Balaikota Surakarta, Senin.

Lemahnya perlindungan cagar budaya ini juga karena belum ada peraturan daerah (Perda), kawasan lindung masih banyak yang belum masuk dalam tata ruang perkotaan.

Untuk kawasan cagar budaya itu padahal banyak manfaatnya baik dalam keilmuan, keindahan, sejarah, budaya maupun masyarakat itu sendiri, keberadaan ini semestinya harus diselamatkan untuk generasi mendatang.

Sebelum acara workshop tersebut telah dilakukan peyerahan 45 arca batu secara simbolis dari almarhum Hardjonagoro ( Go Tek Swan) yang diserahkkan oleh ahli warisnya Hardjo Suwarno, kepada Direktur Purbakala Drs Suroso,M.Hun dan terus di serahkan kepada Walikota Surakarta Ir Joko Widodo untuk di simpan di Museum Radyapustaka Solo.

Sebanyak 45 arca batu ini merupakan aset daerah yang dimiliki Pemerintah Pusat, dan dalam pengembalian ini tidak ada desakan dari manapun, tetapi merupakan atas kesadaran diri sendiri, kata Direktur Purbakala Drs Suroso, M.Hum.

Untuk pelestarian seperti ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan atau yang lainnya bagi generasi mendatang. "Untuk itu sebelum benda-benda tersebut dipindahkan ke Museum Radyapustaka saya titip agar dirawat dulu," katanya.

Untuk memelihara warisan cagar budaya itu tidak mudah, olehkarena itu agar semua kota yang memiliki secepatnya di Perdakan, kata Walikota Surakarta Ir Joko Widodo.

"Saya merasakan sendiri baru-baru ini saya didemo warga gara-gara mengenai masalah cagar budaya, untuk itu lewat jaringan ini diharapkan akan bisa memecahkan persoalan mengenai pelestarian cagar budaya yang ada di kota-kota maupun daerah," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009