Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra menilai Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 masih menyisakan celah.

"PSBB tidak bersifat birokrasi semata, tetapi juga berisi pedoman untuk melaksanakan PSBB," ucap Yusril melalui keterangannya di Jakarta, Minggu.

Ia menjelaskan hal yang terkait birokrasi, yakni mengenai tata cara permohonan penetapan dan pengakhiran PSBB. Hal lainnya mengatur lebih perinci pelaksanaan PSBB yang sangat singkat diatur dalam UU maupun dalam PP.

Baca juga: Partai Bulan Bintang: Ambil kebijakan "lockdown" tekan COVID-19

Baca juga: Dubai "lockdown" 14 hari


Menurut dia, yang sulit diatur dalam Permenkes tersebut adalah aturan-aturan untuk menegakkan disiplin masyarakat dalam melaksanakan PSBB, terutama pengenaan sanksinya.

Ia mengatakan bahwa sanksi hanya dapat diatur dalam UU, sementara UU Karantina Kesehatan sama sekali tidak mengatur sanksi bagi mereka yang melanggar PSBB. Dalam Permenkes diatur tentang keharusan daerah bekerja sama dengan aparat keamanan dalam hal ini polisi.

"Akan tetapi, apa yang menjadi kewenangan polisi juga tidak ada diatur dalam UU, kecuali diberlakukan karantina wilayah. Sekarang ini Kapolri sudah keluarkan maklumat tetapi maklumat itu sejatinya adalah sebuah "pengumuman" tentang sesuatu, bukan berisi norma hukum yang mengatur kewenangan, hak, kewajiban, dan seterusnya," ujar dia.

Yusril juga menyoroti istilah dalam Permenkes terkait dengan daerah "berkoordinasi" dengan aparat keamanan.

"Seperti apa koordinasi itu, tidak begitu jelas. Permenkes memang tidak bisa mengatur detail tentang koordinasi seperti ini. Seharusnya, lebih detil diatur dalam PP yang bisa mengatur lintas sektoral," ungkapnya.

Soal sanksi, lanjut dia, Permenkes memang tidak bisa disalahkan.

Baca juga: Kemenkes: PSBB batasi kegiatan tertentu di wilayah terduga COVID-19

Ia menyatakan bahwa sanksi pidana pelanggarnya dipenjara 1 tahun atau dikurung 3 bulan atau didenda Rp1 miliar hanya bisa diatur dalam UU.

"PP saja tidak bisa mengatur, apalagi permen. Celakanya, UU Karantina Kesehatan tidak mengatur masalah ini. Itu sebabnya sejak lebih sebulan yang lalu saya katakan sebaiknya Presiden terbitkan perppu yang komprehensif untuk menghadapi COVID-19," kata Yusri.

Alasannya, ucap dia, UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit, dan UU Karantina Kesehatan sangat tidak memadai untuk menghadapi wabah COVID-19 tersebut.

"Akan tetapi, Pemerintah tidak mau terbitkan perppu. Nah, akhirnya peraturan apa pun yang dibuat dengan mengacu pada tiga UU di atas, semuanya serbatanggung. Dengan demikian, Permenkes masih menyisakan celah bagi mereka untuk melanggar PSBB karena tidak ada sanksi yang mengatur," ujar Yusril.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020