hotel ditempatkan di posisi paling atas dari jenis properti yang terkena risiko, setelah itu baru properti ritel atau pusat perbelanjaan
Jakarta (ANTARA) - Siapa yang menyangka bahwa mahkluk berukuran kurang dari 100 nanometer (satu meter itu setara dengan satu miliar nanometer!) bernama virus corona ternyata bisa mengakibatkan dunia seakan-akan berhenti karena krisis multiaspek yang ditimbulkannya?

Dalam bidang perekonomian misalnya, pandemi COVID-19 yang telah mengglobal mengakibatkan banyak sektor terkena imbasnya.

Konsultan properti Colliers International menyatakan penyebaran COVID-19 yang telah terdeteksi di banyak negara di Asia, termasuk di Republik Indonesia, disinyalir bakal mempengaruhi pola investasi properti di kawasan tersebut.

Direktur Eksekutif Riset Colliers International Asia, Andrew Haskins, dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa tekanan ekonomi yang diciptakan oleh COVID-19, termasuk dengan banyaknya ajang yang dibatalkan, larangan bepergian dan kondisi yang memaksa untuk bekerja di rumah, dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas penyewaan ruang perkantoran.

Sementara itu, Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto menyatakan, perhotelan dan jasa akomodasi di tempat wisata merupakan jenis properti yang paling parah terdampak.

"(Sektor properti) paling terkena (dampak corona) memang hotel. Kalau kita lihat secara global memang seperti itu," kata Senior Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, dalam paparan properti secara virtual di Jakarta, Rabu (8/4).

Menurut dia, hotel ditempatkan di posisi paling atas dari jenis properti yang terkena risiko, setelah itu baru properti ritel atau pusat perbelanjaan.

Namun, sektor ritel masih memiliki kesempatan karena para peritel sekarang ini sudah akrab berdagang secara online (daring).

Bila kondisi pandemi terus berlanjut, maka beberapa hotel yang rencananya akan buka pada tahun 2020, maka ada kemungkinan rencana pembukaan itu akan ditunda.

Ferry memaparkan, beberapa hotel yang saat ini menutup operasional itu, sebenarnya juga merupakan langkah strategis dalam rangka menekan biaya operasional.

Hal tersebut, karena bila hotel tetap beroperasi tetapi tidak bisa tertutup oleh penghasilan dari tamu hotel, maka kinerja keuangan hotel itu bisa merugi.

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menerima laporan sebanyak 1.266 hotel telah tutup karena terdampak COVID-19.

"Laporan terakhir yang dinyatakan tutup 1.266 hotel per kemarin (Senin, 6/4) sore. Kalau yang real pasti lebih banyak karena kita berdasarkan laporan. Kalau tidak lapor kita tidak tahu," katanya di Jakarta, Selasa (7/4).

Dari jumlah tersebut, Hariyadi memperkirakan ada lebih dari 150 ribu orang karyawan yang terdampak. Meski diakuinya angka tersebut belum pasti karena pihaknya belum mendapatkan data yang lebih akurat.

Lebih lanjut, Hariyadi mengungkapkan selama ini terus berkoordinasi dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Baca juga: Konsultan properti: Berdayakan digital marketing antisipasi COVID-19
Baca juga: Perhotelan disebut sebagai properti paling parah terdampak COVID-19


 
Warga berjalan kaki di dekat apartemen di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww./)

Pembangunan terhambat

Selain itu, Ferry Salanto juga mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 yang melanda banyak daerah di Tanah Air juga diperkirakan bakal membuat pembangunan mal baru di sejumlah lokasi bakal terhambat, khususnya bila telah diberlakukan rencana Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Ferry mengemukakan bahwa bila wabah belum teratasi dalam jangka waktu dekat ini, maka hal tersebut bisa jadi akan mengganggu baik terhadap ketersediaan material bangunan maupun kesehatan pekerja konstruksi mal.

Imbas dari hal tersebut, bakal ada keterlambatan pekerjaan konstruksi berbagai pusat perbelanjaan terutama untuk beragam mal yang bakal beroperasi.

"Saat ini, ada 11 proyek mal yang akan beroperasi di Jabodetabek tahun 2020, tujuh di antaranya berada di luar Jakarta," katanya.

Selain itu, sebagian besar peritel juga akan lebih konservatif dalam rencana ekspansi mereka, dan hal itu juga dapat berdampak kepada berbagai pusat perbelanjaan baru akan kesulitan dalam menyewakan ruang sehingga harga sewa juga akan tertekan.

Sedangkan Senior Director Office Services Colliers International Indonesia Bagus Adikusumo menyatakan, terhambatnya pertumbuhan sektor properti perlu membuat pengembang memberikan insentif yang lebih menarik bagi pembeli properti baru di sektor perumahan.

Menurut Bagus, insentif tersebut dapat berupa antara lain dengan mengurangi uang muka yang harus disetorkan atau dengan memperpanjang cicilan yang harus dilunasi oleh pihak pembeli.

Saat ini sebenarnya banyak mereka yang belum memiliki rumah tertarik untuk membeli properti tetapi karena kondisi finansial belum memungkinkan mereka untuk mendorong melakukan pembelian itu.

Bagus juga mengungkapkan bahwa dalam kondisi stagnan seperti ini, sebenarnya masih ada pengembang yang terus mencari tanah karena mereka perlu memiliki lahan agar bisnis properti mereka juga dapat berkembang ke depannya.

Baca juga: Dua kebijakan pemerintah ini tingkatkan optimisme pasar properti

Baca juga: Konsultan: Pembeli properti Asia mulai tunjukkan optimisme 2020

 
Ilustrasi - Pekerja menyelesaikan kontruksi pembangunan sebuah apartemen di Surabaya, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/am.


Pemasaran daring

Ferry Salanto menginginkan pengembang dapat memberdayakan penerapan digital marketing atau pemasaran melalui jaringan daring dalam rangka mengantisipasi dampak COVID-19 yang menghambat kinerja sektor properti nasional.

Menurut Ferry, dengan kondisi yang saat ini terhambat dengan pandemi COVID-19, maka hal tersebut tentu akan mempengaruhi tingkat penjualan serta aktivitas konstruksi.

Untuk itu, pengembang seharusnya bisa mengembangkan pemasaran digital apalagi saat ini teknologi kecerdasan buatan sudah berkembang pesat di mana-mana.

Ferry menyatakan bahwa awalnya diproyeksikan kinerja properti bakal mencapai titik terendahnya pada tahun 2020 ini.

Namun, karena ada pandemi yang telah menggelobal ini, maka kemungkinan proyeksi itu dapat diperpanjang hingga tahun 2021 karena pemulihan kinerja properti membutuhkan waktu yang lama.

Ia menyadari bahwa Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sehingga berpotensi meringankan bunga cicilan KPR ke depannya, tetapi saat ini warga dinilai masih memiliki prioritas lain yang lebih mendesak dibandingkan membeli rumah.

Senada, Bagus Adikusumo menyatakan, kondisi pandemi COVID-19 ini memang tidak menguntungkan beragam sektor perekonomian dan membuat setiap perusahaan saat ini terkena imbasnya pula.

"Landlord (tuan tanah), tenant (penyewa), konsultan (semuanya terimbas). Sekarang fokusya memang lebih keluar dari krisis ini semakin cepat semakin baik. Kita harus kerja sama mengenai hal ini," katanya.

Baca juga: BI optimistis outlook permintaan properti 2020 makin baik
Baca juga: Depok alami kenaikan harga properti tertinggi di Bodetabek
​​​​​​​
Pengunjung mendapatkan penjelasan dari pihak pengembang apartemen saat pameran hunian Indonesia Property Expo 2020 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Sabtu (15/2/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pd.


Bangkitkan properti

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menginginkan agar beragam asosiasi seperti Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya dan berbagai pihak lainnya dapat terus membantu membangkitkan pasar properti di Republik Indonesia.

Apalagi, ujar Khalawi, pemerintah memiliki Program Sejuta Rumah yaitu program kolaborasi pembangunan perumahan dari seluruh mitra kerja bidang perumahan.

Pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas pasar properti meskipun muncul wabah penyakit corona. Untuk itu, pemerintah telah menganggarkan sejumlah subsidi perumahan dengan menambah kuota subsidi.

"Pemerintah akan melanjutkan Program Sejuta Rumah dengan berbagai penguatan yang pertama Program Rumah Berbasis Komunitas yang diperuntukan untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) non fix income. Apalagi minat dari pemerintah daerah juga sangat besar sekali dan tercatat ada 32 kabupaten/kota yang sudah mengajukan permohonan bantuan program Kementerian PUPR tersebut," katanya.

Selain itu, pemerintah juga akan mendorong program pembangunan rumah berskala besar yang sesuai dengan Peraturan Menteri tentang hunian berimbang yaitu pengembang wajib membangun rumah untuk MBR di samping membangun rumah untuk komersil.

Sejumlah perusahaan properti seperti Anugerah Sejahtera (AS) Group tetap optimistis dapat terus mengembangkan bisnis meski dibayangi pandemi COVID-19.

"Meski akhir-akhir ini terjadi penurunan sales, terutama di masa pandemi COVID-19, namun hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi kami," ujar Chief Executive Officer (CEO) AS Group, Benlis Wislon Butarbutar dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (12/4).

Dari sisi progres bisnis, ia mengatakan, AS Group mengalami perkembangan signifikan, seperti peningkatan aset. Demikian juga proyek-proyek properti yang dikerjakan kian beragam dan meluas.

Ia menambahkan pihaknya juga tengah mengembangkan pemasaran properti berbasis aplikasi dengan program ASLProperti.

"Seiring revolusi industri 4.0, kami juga terus mengembangkan bisnis berbasis teknologi. ASLProperti merupakan sebuah terobosan penting dalam dunia properti dan memudahkan konsumen membeli properti," kata Benlis.

Sastrawan Amerika Serikat, Hellen Keller pernah menyatakan bahwa optimisme adalah keyakinan yang berujung kepada pencapaian, karena tidak ada yang bisa diraih tanpa harapan dan kepercayaan diri.

Untuk saat ini, berbagai pihak pemangku kepentingan properti juga selayaknya dapat membangkitkan optimisme agar kinerja sektor properti nasional dapat bangkit lagi untuk kembali berjaya.

Baca juga: Asosiasi pengembang sebut corona bisa pengaruhi sektor properti
 

Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020