Dekrit ini menyediakan senjata yang baru lagi bagi 'gudang senjata' pemerintah Vietnam dalam melakukan represi di dunia daring,
Hanoi (ANTARA) - Vietnam mengeluarkan peraturan baru yang berlaku mulai Rabu mengenai denda bagi penyebar informasi bohong atau rumor di media sosial, khususnya terkait virus corona di masa pandemi ini.

Denda senilai 10-20 juta dong (sekitar Rp6,7-13 juta), setara hampir tiga hingga enam bulan gaji pokok di Vietnam, akan dijatuhkan kepada pengguna media sosial yang menyebarkan informasi salah, tidak dapat dipercaya, dipelintir, ataupun bersifat memfitnah.

Pihak berwenang telah mengganjar denda kepada ratusan orang yang membuat unggahan sosial media yang dianggap sebagai berita bohong (fake news) tentang COVID-19, menggunakan ketentuan hukum yang berlaku saat ini.

Tiga orang pesohor juga diminta oleh pemerintah untuk menyampaikan permohonan maaf di depan publik terkait pelanggaran berita bohong.

Bulan lalu, seorang perempuan di provinsi Ha Tinh juga didenda karena unggahan di Facebook yang menyebut virus corona telah menyebar di lingkungannya, namun ternyata informasi itu keliru.

Baca juga: Juru masak di Hanoi sebarkan kebahagiaan dengan "coronaburger"
Baca juga: Vietnam terapkan 15 hari pembatasan sosial, KBRI Hanoi tetap buka


Sebagai bagian dari langkah keras dalam menghentikan penyebaran informasi keliru soal virus corona, pemerintah juga telah menyebarkan poster kampanye dengan slogan "berita bohong, konsekuensi nyata".

Regulasi baru yang rancangannya dibuat pada Februari lalu itu akan menggantikan peraturan hukum lama dari tahun 2013 yang tidak secara spesifik mencakup soal berita bohong.

Sayangnya, regulasi baru itu juga tidak secara khusus menyebut hanya untuk berita bohong mengenai virus corona di media sosial saja tetapi juga melebar ke topik lain, sehingga kelompok pemerhati HAM menyorotinya.

Dalam peraturan yang baru disebutkan bahwa hukuman denda dapat diberikan kepada siapa saja yang membagikan konten yang dilarang beredar di Vietnam, rahasia kenegaraan, atau peta yang tidak menyertakan Laut China Selatan dalam klaim negara itu.

"Dekrit ini menyediakan senjata yang baru lagi bagi 'gudang senjata' pemerintah Vietnam dalam melakukan represi di dunia daring," kata Direktur Bidang Teknologi Amnesty International, Tanya O'Carroll.

Dia menambahkan, "Juga memuat sejumlah besar ketentuan yang jelas-jelas melanggar kewajiban HAM internasional Vietnam."

Sumber: Reuters

Baca juga: "ATM beras" bantu warga miskin Vietnam saat karantina karena COVID-19
Baca juga: Vietnam perpanjang lockdown, KBRI beri akomodasi WNI yang tak pulang

Penerjemah: Suwanti
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020