Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengharapkan Kementerian Kesehatan memberikan kejelasan jumlah dan jenis alat kesehatan (alkes) yang diperlukan untuk membantu penanganan COVID-19.

"Yang paling penting juga dari Kementerian Kesehatan ataupun dari pihak Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 misalnya adalah kejelasan mengenai jumlah dan jenis yang diperlukan dan tentunya perlu ada prosedur pengadaannya," kata Menristek Bambang dalam konferensi video di rapat gabungan bersama DPR, Jakarta, Selasa.

Menurut Menristek Bambang, dengan kejelasan terkait jumlah dan jenis alat kesehatan yang dibutuhkan, maka peneliti dan inovator negeri dapat dikerahkan dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Baca juga: Menristek harap kemudahan izin edar alkes lokal penanganan COVID-19

Informasi itu juga menjadi masukan penting untuk Konsorsium COVID-19 dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk membantu penanganan COVID-19 di Tanah Air.

Bambang tidak ingin ada produksi alat kesehatan dari hasil riset dan inovasi dalam negeri yang tidak terpakai karena tidak sesuai kebutuhan.

"Jumlah dan jenis terutama sangat relevan misalnya untuk ventilator berapa yang CPAB berapa yang ambu bag dan kemudian tentunya berapa nantinya yang harus bisa atau yang bisa diproduksi sehingga nantinya tidak ada produksi yang kemudian yang menganggur karena ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya," ujarnya.

Dia juga mengharapkan Kementerian Kesehatan sebagai pihak yang melakukan pengadaan alat kesehatan maupun obat memastikan memanfaatkan produksi dalam negeri, sehingga menjadi kepastian bagi industri untuk bergerak di bidang industri kesehatan.

Baca juga: Menristek harapkan relaksasi untuk pengujian alkes penanganan COVID-19

"Industri hanya tertarik memproduksinya menggunakan modal kerjanya kalau sudah ada kepastian pengadaan dari Kementerian Kesehatan, langsung dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lain," ujarnya.

Menristek juga mengusulkan kepada Kementerian Kesehatan dalam kondisi darurat akibat pandemi COVID-19 ini, ada kebijakan "emergency use authorizations" seperti di Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, ada Food and Drug Administration atau semacam Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mempunyai kebijakan itu.

"Meskipun kita tahu Amerika Serikat mempunyai fasilitas kesehatan yang sudah sangat canggih ya mungkin secara jumlah juga tidak kurang tetapi dalam kondisi darurat seperti sekarang dalam pandemi COVID-19 ini pun mereka mempunyai namanya "emergency use authorizations"," ujarnya.

Menristek  mengatakan "emergency use authorizations" memberikan semacam otorisasi untuk penggunaan darurat dari alat-alat kesehatan termasuk alternatif produk yang digunakan sebagai "medical devices", dan itu dilakukan karena memang ada kekurangan di dalam penanganan COVID-19.

"Barang kali Kementerian Kesehatan atau BPOM bisa mempelajari mekanisme ini sehingga juga memudahkan upaya kita untuk terutama produksi dalam negeri," tuturnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mendorong penyiapan obat dan alat kesehatan dari dalam negeri untuk penanganan COVID-19.

Kementerian Kesehatan juga sangat mendukung terhadap segala upaya untuk bisa menghasilkan produk dalam negeri.

Kementerian Kesehatan mengatakan dalam rencana pengadaan, diperlukan 1.000 ventilator noninvasif dan 700-an ventilator berbasis ambu bag.

***3***

Baca juga: Menristek: 50.000 alat tes COVID-19 non PCR akan diproduksi Juni 2020
Baca juga: Menristek: Pengembangan vaksin corona minimal satu tahun
Baca juga: Menristek: Produksi 10.000 perangkat tes COVID-19 diluncurkan Mei 2020

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020